Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perguruan Tinggi Dukung KPK

Kompas.com - 06/10/2012, 22:17 WIB
Ester Lince Napitupulu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com  - Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) memandang bahwa upaya untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi seolah didesain secara sistematis dan melibatkan "oknum" penguasa yang mempunyai kekuatan besar dalam mempengaruhi kebijakan di lembaganya masing-masing. APTISI mendukung upaya KPK melaksanakan tugas, kewajiban, dan kewanangannya dalam memberantas korupsi tanpa pandang bulu. KPK tidak perlu ragu menjalankan amanah itu karena pasti mendapat dukungan dari mayoritas rakyat Indonesia.

 

Pernyataan tersebut disampiakan Ketua Umum APTISI Edy Suandi Hamid, Sabtu (6/10/2012). "Tekanan yang dilakukan pihak-pihak tertentu dan didukung silent elite untuk melemahkan KPK sungguh sangat memalukan dan sia-sia," kata Edy yang juga Rektor Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.  

 

Edy mengatakan, upaya pelemahan KPK memalukan karena fenomena ini disaksikan dunia dan yang pasti mempertanyakan hasil reformasi yang dilakukan dengan banyak pengorbanan, tetapi ternyata tidak membawa perubahan dalam membentuk Clean Governance (pemerintahan yang bersih). Kemudian letak kesia-siaannya karena upaya pelemahan terhadap KPK pasti tidak akan berhasil, mengingat seiring dengan matangnya demokrasi di Indonesia, rakyat sudah semakin sadar dan muak dengan penjarahan asset dan kekayaan negara oleh pejabat yang berbaju pemimpin dan bertopeng kesucian, sehingga sangatlah mungkin rakyat akan berjibaku untuk membela KPK.

 

Oleh karenanya apabila Presiden masih beretorika dan tidak menunjukkan kesungguhan memberantas korupsi dan membela KPK, gerakan massa akan muncul. Ini bisa bergelombang dan pada akhirnya dapat melahirkan reformasi jilid dua.

 

Model-model penekanan pola-pola masa lalu dengan mencari-cari kesalahan atau membuat-buat kesalahan agar bisa menangkap orang, sesungguhnya sudah dihafal luar kepala oleh publik di republik ini. Oleh karena itu, APTISI menilai cara seperti itu hanya melahirkan kebencian dan kemarahan masyarakat luas yang bisa jadi kontraproduktif manakala ini tidak terkendali.

 

"APTISI meminta Presiden bertindak secara nyata dan keluar dari sangkar emasnya dengan terjun ke lapangan. Jangan hanya lewat juru bicaranya (jubir) mengumumkan perintah untuk mengingatkan para pihak yang bawahannya berlaku tidak tepat," kata Edy.

 

Presiden harus bertindak lebih dari itu, seperti mengawal perintah itu dengan memberikan tenggat waktu secepatnya. Misalnya presiden dapat memerintahkan kepada semua bawahannya bahwa dalam tempo 2 (dua) jam sudah dapat dipastikan tidak ada gangguan-gangguan atau "tekanan" kepada KPK.

Bahkan tindakan yang akan menjadi lebih bermakna kalau misalnya Presiden mengunjungi KPK. Hal itu perlu dilakukan sebagai bentuk dukungan politik serta keseriusannya memberantas korupsi. Tindakan bermakna lainnnya ialah dengan mengganti Kapolri yang tidak kooperatif dalam mendukung pembentukan Clean Governance di Indonesia, serta lambat bertindak dengan membiarkan anak buahnya berlaku tidak patut terhadap institusi seperti KPK.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

    Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

    Nasional
    Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

    Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

    Nasional
    Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

    Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

    Nasional
    Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

    Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

    Nasional
    Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

    Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

    Nasional
    9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

    9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

    Nasional
    KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

    KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

    Nasional
    BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

    BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

    Nasional
    BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

    BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

    Nasional
    PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

    PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

    Nasional
    KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

    KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

    Nasional
    BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

    BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

    Nasional
    Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

    Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

    Nasional
    BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

    BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

    Nasional
    Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com