Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Bela KPK

Kompas.com - 06/10/2012, 01:41 WIB

Jakarta, Kompas - Upaya pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi terus terjadi. Jumat (5/10), sejumlah perwira polisi berusaha menjemput paksa para penyidik Polri yang bertugas di KPK. Semalam, masyarakat dan tokoh masyarakat mendatangi KPK untuk mendukung lembaga itu.

Sekitar pukul 21.30, sejumlah perwira polisi berpakaian preman mulai masuk ke lobi Gedung KPK. Hal itu terjadi tidak lama setelah penyidik KPK memeriksa tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan simulator berkendara di Korps Lalu Lintas Polri, Inspektur Jenderal Djoko Susilo.

Hingga pukul 23.20, para perwira polisi yang mendatangi hendak menjemput paksa penyidik masih tetap tertahan di lobi. Mereka masih belum diizinkan naik ke tempat berkantornya penyidik KPK di lantai delapan gedung KPK.

Saat ini memang ada 20 penyidik Polri yang habis masa tugasnya di KPK. ”Dari 20 penyidik Polri di KPK yang selesai masa tugasnya, KPK baru mengirim surat untuk menghadapkan sebanyak 15 penyidik ke Polri. Yang lima belum,” kata Kepala Bagian Penerangan Masyarakat Polri Komisaris Besar Agus Rianto, Jumat siang.

Menanggapi upaya jemput paksa penyidik Polri itu, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, apabila ada yang tidak berkenan dengan tindakan KPK memberantas korupsi, selesaikan secara hukum. ”Kami perlu mengingatkan siapa pun, apalagi penegak hukum. Selesaikan masalah dengan hukum, tidak dengan melawan hukum, apalagi cara yang potensial disebut teror. Cukup sudah pengalaman menyakitkan masa lalu dan jangan ulangi lagi itu,” kata Bambang.

Suasana di Gedung KPK tadi malam memang menegangkan. Sejumlah aparat kepolisian terlihat berada di sekitar Gedung KPK. Mereka antara lain terdiri dari perwira polisi dari Polda Metro Jaya. Terlihat pula polisi berpakaian provos. Petugas pengamanan dalam KPK tidak bisa berbuat banyak ketika sejumlah polisi berpakaian preman menyatakan hendak masuk ke Gedung KPK.

Semalam, sejumlah masyarakat dan sejumlah tokoh masyarakat datang dan membuat pagar betis di depan gedung KPK. Mereka antara lain Usman Hamid, Anies Baswedan, Fadjroel Rachman, Taufik Basari, dan Saldi Isra, termasuk Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana. Semua pegawai KPK yang telah pulang ke rumah juga kembali ke kantornya.

Upaya jemput paksa penyidik masih berlangsung alot. Juga ada anggota DPR yang hadir, yaitu Martin Hutabarat dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Suasananya masih menegangkan karena sejumlah polisi masih berada di sekitar gedung.

Sejak siang, pimpinan KPK yang berada di Jakarta hanya dua orang, yakni Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas dan Zulkarnain. Ketua KPK Abraham Samad, sejak Jumat pagi, melayat ke Makassar karena kerabatnya meninggal. Sementara Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sejak Kamis berada di Samarinda. Hingga pukul 21.00 hanya Zulkarnain, pemimpin KPK, yang masih berada di KPK karena Busyro berangkat ke Yogyakarta sore harinya. Bambang baru sampai di kantor KPK sekitar pukul 22.00.

Busyro mengatakan tak bisa kembali ke Jakarta karena tak ada pesawat malam dari Yogyakarta. Sementara Abraham dikabarkan langsung bertolak dari Makassar menuju Jakarta.

Secara terpisah, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan, tidak ada perintah dari Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo untuk menjemput paksa penyidik Polri di KPK. ”Saya sudah cek, enggak ada itu,” kata Djoko setelah menghubungi Timur, Jumat malam.

Brigjen (Pol) Boy Rafli Amar mengatakan, memang ada upaya penangkapan terhadap Komisaris Novel, salah satu penyidik Polri yang ditempatkan di KPK. Penangkapan itu terkait kasus lama, yaitu pada tahun 2004. Novel diduga melakukan penganiayaan berat terhadap pencuri sarang burung walet. Saat ditanyakan kenapa kasus lama baru ditangani sekarang, Boy mengatakan, korbannya baru melapor sebulan lalu.

Novel merupakan penyidik andalan di KPK. Ia termasuk yang berani menghadapi polisi saat dihadang dalam penggeledahan di Korlantas.

Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar menyatakan, tindakan Polri yang menjemput paksa penyidiknya yang bertahan di KPK adalah keliru. Hal itu karena Polri bukan militer lagi, tetapi organisasi sipil yang tunduk pada hukum sipil, yang dalam hal ini Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

”Kalau penyidiknya bertahan di KPK, itu bukan kejahatan (tindak pidana) yang bisa dijemput paksa. Kalaupun mereka salah, mereka hanya melanggar masalah administratif,” kata Bambang.

Ia menegaskan, Polri harus bertindak sesuai dengan undang-undang dan tidak boleh sewenang-wenang terhadap anggotanya. ”Polri bukan militer sehingga tidak tepat jika mereka memperlakukan anggotanya seperti militer,” katanya.

Di Gresik, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai, upaya pelemahan KPK akan berhadapan langsung dengan masyarakat. Ia meminta sejumlah pihak tak bermain-main dengan upaya pelemahan KPK.

”KPK harus dipertahankan, dan jika perlu ditingkatkan kinerjanya dalam pemberantasan korupsi,” ujar Din seusai membuka Pelatihan Nasional Kader Ahli Hisab Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Gresik, Jawa Timur, Jumat.

 (OSA/BIL/DIK/NWO/FER/ACI/EDN/WHY/ONG)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com