Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pagi Ini, Miranda Hadapi Vonis

Kompas.com - 27/09/2012, 06:17 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dijadwalkan membacakan vonis atas perkara kasus dugaan suap cek perjalanan dengan terdakwa mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda S Goeltom, Kamis (27/9/2012) pagi.

Pembacaan vonis tersebut akan berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Salah satu pengacara Miranda, Andi S Simangunsong, meyakini kliennya akan diputus bebas pagi ini. Andi meyakini majelis hakim akan memutuskan perkara berdasarkan fakta-fakta persidangan semata, dan tidak terikat pada tuntutan jaksa yang dianggapnya hanya asumsi belaka.

"Kami yakin dan berharap Miranda akan diputuskan bebas," kata Andi melalui pesan singkat, Rabu (26/9/2012).

Sebelumnya, tim jaksa penuntut umum KPK menuntut majelis hakim menjatuhkan vonis empat tahun penjara ditambah denda Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan kepada Miranda. Jaksa KPK menilai Miranda terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan bersama-sama menyuap anggota Dewan Perwakilan Rakyat 1999-2004 untuk memuluskan langkahnya menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004.

Fakta persidangan selama ini, menurut jaksa, menunjukkan adanya rangkaian fakta hukum yang membuktikan perbuatan Miranda memberikan sesuatu, yakni cek perjalanan kepada anggota DPR 1999-2004 melalui Nunun Nurbaeti.

Meski Miranda tidak mengakui bahwa dirinya pernah meminta Nunun memperkenalkannya kepada anggota DPR dan tidak pernah memerintahkan memberikan cek perjalanan, jaksa meyakini semua rangkaian peristiwa pemberian cek perjalanan itu tidak terjadi secara kebetulan. Adapun Nunun divonis dua tahun enam bulan penjara karena dianggap terbukti sebagai pemberi suap dalam kasus ini.

Atas tuntutan jaksa tersebut, Miranda mengajukan pleidoi atau nota pembelaan. Dalam nota pembelaan pribadinya Miranda berupaya menguliti tuntutan jaksa yang dianggapnya hanya berdasarkan asumsi semata. Miranda menyebut jaksa telah mengorupsi fakta persidangan dan surat tuntutannya merupakan kegagalan hukum.

Miranda pun meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang mengadili perkaranya agar membebaskan dirinya dari tuntutan hukum. Menurut Miranda, pertemuan antara dirinya dan sejumlah anggota DPR 1999-2004 di kediaman Nunun seperti yang didakwakan jaksa tidaklah benar.

Pertemuan itu, menurutnya, tidak pernah ada. Apalagi, jika seusai pertemuan itu dikatakan ada yang berucap, "Ini bukan proyek thank you ya." Kesimpulan hanya didasarkan pada keterangan Nunun seorang.

Sementara Paskah, Hamka, dan Endin mengatakan bahwa pertemuan itu tidak pernah ada. "Saksi mengatakan tidak tahu rumah Nunun, tidak pernah di Cipete," kata Miranda dalam persidangan sebelumnya. Akankah Miranda diputus bebas pagi ini?

Berita terkait persidangan dan vonis Miranda dapat diikuti dalam topik "Vonis Miranda Goeltom"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

    Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

    Nasional
    Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

    Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

    Nasional
    Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

    Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

    Nasional
    Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

    Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

    Nasional
    Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

    Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

    Nasional
    Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

    Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

    Nasional
    Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

    Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

    Nasional
    Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

    Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

    Nasional
    Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

    Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

    Nasional
    PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

    PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

    Nasional
    Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

    Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

    Nasional
    Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

    Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

    Nasional
    Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

    Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

    Nasional
    Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

    Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com