JAKARTA, KOMPAS.com — Proyek driving simulator, yang digunakan sebagai alat uji untuk mendapatkan surat izin mengemudi (SIM), Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri disebut-sebut tak lepas dari peran Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo.
Berdasarkan salinan Surat Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor Kep/193/IV/2011 yang diperoleh Kompas.com, Kapolri Timur Pradopo menyetujui penetapan PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) sebagai pemenang lelang pengadaan driving simulator pengemudi R4 (roda empat) tahun anggaran 2011.
Surat tersebut diteken Kapolri selaku pengguna anggaran pada 8 April 2011. Adapun kontrak proyek yang dimenangkan PT CMMA tersebut bernilai sekitar Rp 142 miliar.
Penetapan PT CMMA sebagai pemenang tender proyek ini juga sudah melalui persetujuan Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri. Dalam dokumen itu disebutkan Itwasum Polri berkesimpulan bahwa pelaksanaan lelang telah memadai dengan kekurangan-kekurangan yang masih dalam batas toleransi.
Penetapan PT CMMA sebagai calon pemenang ini dianggap cukup memadai dan dapat dipertanggungjawabkan. Surat keputusan itu juga diparaf sejumlah pejabat kepolisian.
Mulai dari Kepala Korlantas Inspektur Jenderal Djoko Susilo sebagai konseptor, lalu diparaf Kepala Sekretariat Umum, Asisten Kapolri Bidang Sarana dan Prasarana, kemudian Asisten Kapolri Bidang Perencanaan Umum dan Pengembangan. Terakhir, Inspektur Pengawasan Umum dan Wakil Kepala Polri.
Harus disetujui Kapolri
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, untuk proyek yang nilainya di atas Rp 100 miliar harus melalui persetujuan pengguna anggaran.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar mengakui kalau Kapolri menandatangani surat penetapan pemenang lelang itu selaku posisinya sebagai pengguna anggaran.
"Dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, kalau proyek di atas Rp100 miliar, secara administrasi harus diketahui oleh pengguna anggaran. Jadi, pengguna anggaran di Polri adalah Pak Kapolri. Di bawahnya ada kuasa pengguna anggaran, ada PPK, dan Ketua Panitia Lelang. Jadi, memang dalam proses itu, istilahnya, harus diketahui oleh pimpinan dalam penetapan dari hasil proses lelang yang dilakukan panitia lelang," ujar Boy, Senin (24/9/2012) di Jakarta.
Dia juga mengatakan, surat yang ditanda tangani Kapolri itu bukan penunjukan langsung untuk menetapkan PT CMMA sebagai pemenang tender proyek.
"Kapolri hanya tanda tangan surat pengesahan penetapan yang dinyatakan sebagai pemenang dalam proses lelang, setelah lelang itu selesai," katanya.
Menjadi perkara dugaan korupsi
Proyek pengadaan driving simulator SIM tahun anggaran 2011 itu menjadi perkara dugaan korupsi yang disidik Komisi Pemberantasan Korupsi ataupun Polri. KPK menetapkan mantan Kepala Korlantas Polri, Inspektur Jenderal Djoko Susilo sebagai tersangka beserta tiga orang lainnya. Djoko bersama Wakil Kepala Korlantas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Didik Purnomo, Direktur PT CMMA Budi Susanto, dan Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukotjo S Bambang diduga menyalahgunakan kewenangan yang menimbulkan kerugian negara atau keuntungan pihak lain terkait proyek tersebut.
Sementara Polri tidak menjadikan Djoko sebagai tersangka. Mereka yang menjadi tersangka di Polri adalah Didik, Budi, Sukotjo, Ketua Panitia Pengadaan Proyek Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan, dan Bendaraha Satuan Korlantas Komisaris Legimo.
Berdasarkan penelusuran Kompas.com, kasus ini berawal setelah PT CMMA, perusahaan milik Budi Susanto, menjadi pemenang tender proyek. Perusahaan tersebut membeli barang dari PT ITI senilai total Rp 90 miliar. Sementara nilai total tender proyek simulator roda empat dan roda dua yang dimenangkan PT CMMA mencapai Rp 198,7 miliar. Diduga, muncul kerugian negara sekitar Rp 100 miliar dari proyek pengadaan tersebut.
Terkait proyek ini, Sukotjo mengaku pernah diminta Budi untuk mengantarkan uang Rp 2 miliar untuk Djoko. Singkat kata, hubungan kerja sama perusahaan Sukotjo dengan perusahaan Budi tidak berjalan mulus. Bambang pun dilaporkan ke polisi atas tuduhan penipuan, kemudian divonis bersalah.
Boy Rafli Amar kemarin juga mengatakan, penyimpangan terkait royek ini tidak berkaitan dengan surat persetujuan yang ditandatangani Kapolri.
“Dalam proses pelaksanaannya, jika terdapat penyimpangan sebagaimana yang terjadi saat ini, ya, tentu itu adalah proses hukum, ya," katanya.
Menjadi rebutan
Saat ini, penanganan kasus dugaan korupsi proyek simulator SIM ini seolah menjadi "rebutan" antara KPK dan kepolisian. Setelah KPK menetapkan empat tersangka, Polri menyatakan meningkatkan status penanganan kasus tersebut ke tahap penyidikan. Adapun tiga tersangka KPK juga menjadi tersangka di Polri.
Saat melalukan penggeledahan di Gedung Korlantas Polri, beberapa waktu lalu, tim penyidik KPK sempat tertahan selama lebih kurang 24 jam. Setelah pimpinan KPK dan Polri bernegosiasi, tim penyidik baru diperbolehkan membawa pulang alat bukti yang mereka peroleh dalam penggeledahan tersebut. Informasi dari KPK menyebutkan kalau alat bukti dari penggeledahan yang disimpan di kontainer di halaman belakang Gedung KPK itu sempat tidak bisa diakses penyidik KPK selama beberapa hari.
Kasus ini semakin menjadi polemik setelah kepolisian tidak memperpanjang masa tugas 20 penyidiknya di KPK. Salah satu dari 20 penyidik itu menangani kasus simulator SIM. Meskipun demikian, baik KPK maupun Polri membantah kalau tidak diperpanjangnya 20 penyidik Polri di KPK itu terkait dengan kasus simulator SIM.
Berita terkait kasus ini dapat diikuti dalam topik "Dugaan Korupsi Korlantas Polri"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.