Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usman: "Innocence of Muslims", Wujud Intoleransi

Kompas.com - 21/09/2012, 14:12 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pendiri Institut Kebajikan Publik dan aktivis change.org, Usman Hamid, menilai film Innocence of Muslims adalah bentuk intoleransi yang paling buruk. Film tersebut sama sekali tidak memenuhi standar sebuah film dan dibuat hanya untuk meruntuhkan wujud toleransi antarumat beragama yang telah dijalin dengan baik dalam pergaulan antarbangsa.

"Tidak ada toleransi untuk intoleransi. Film Itu menjurus pada bentuk sikap intoleransi yang paling buruk dari yang pernah ada," ujar Usman kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat (21/9/2012).

Usman menjelaskan, Pemerintah Amerika Serikat mengambil sikap yang tegas. AS harus mengkaji ulang kebijakan mengenai kebebasan berekspersi. Pasalnya, film ini memicu ekses di sejumlah negara Muslim, seperti Mesir dan Libya, serta berujung pada kematian seorang duta besar Amerika Serikat.

Dia mengungkapkan, selama ini Amerika Serikat masih mereservasi ketentuan Pasal 21 ICCPR mengenai pembatasan atau limitasi kebebasan berekspresi. Reservasi, lanjutnya, adalah kebijakan di mana sebuah pemerintahan menyatakan bahwa dirinya tak terikat pada sebuah aturan. Sebab itu, dapat dijelaskan bahwa Pemerintah Amerika Serikat tidak terikat dengan Pasal 21 ICCPR yang bertujuan untuk meminimalkan sikap intoleransi.

"Pasal 21 itu isinya adalah larangan terhadap ekspresi advokasi yang berdimensi kekerasan ataupun diskriminasi berdasarkan kebencian ras, etnis, nasionalisme, dan agama," ungkapnya.

Dia kemudian mencontohkan Pemerintah Inggris yang melarang politisi Belanda, Geert Wilder, pembuat film Fitna, masuk ke wilayah Inggris. Menurutnya, sikap dari Pemerintah Inggris tersebut sudah benar, yaitu mengambil jalan tidak ada toleransi untuk intoleransi. Dia menegaskan, Pemerintah Indonesia sebagai negara dengan pemeluk Muslim terbesar dapat berbuat banyak lewat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan mengajukan nota keberatan atas sikap reservasi Amerika Serikat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polemik Kenaikan UKT Terus Jadi Sorotan, Fahira Idris: Pendidikan Tinggi Seharusnya Inklusif

Polemik Kenaikan UKT Terus Jadi Sorotan, Fahira Idris: Pendidikan Tinggi Seharusnya Inklusif

Nasional
Menteri ESDM Soal Revisi PP Minerba: Semua K/L Sudah Siap, Tinggal dari Istana

Menteri ESDM Soal Revisi PP Minerba: Semua K/L Sudah Siap, Tinggal dari Istana

Nasional
RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

Nasional
Menolak Diusung pada Pilkada DKI dan Jabar, Dede Yusuf: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Menolak Diusung pada Pilkada DKI dan Jabar, Dede Yusuf: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Nasional
DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket sampai 500 Persen

DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket sampai 500 Persen

Nasional
Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Nasional
Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Nasional
Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Nasional
LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus 'Justice Collaborator'

LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus "Justice Collaborator"

Nasional
Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Nasional
Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Nasional
Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Nasional
Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

Nasional
Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com