Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa KPK: Angelina Harus Tetap Diadili

Kompas.com - 19/09/2012, 12:40 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan terdakwa Angelina Sondakh melalui tim pengacaranya. Angelina alias Angie adalah terdakwa kasus dugaan suap proyek di Kemenpora dan Kemendiknas.

Jaksa meminta hakim agar memutuskan bahwa persidangan kasus dugaan penerimaan suap dengan terdakwa Angelina Sondakh ini dilanjutkan dengan surat dakwaan jaksa sebagai dasar pemeriksaan.

“Menyatakan melanjutkan persidangan dengan memeriksa dan mengadili perkara ini,” kata jaksa KPK, Kresno Anto Wibowo, saat membacakan tanggapan jaksa atas eksepsi dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (19/9/2012).

Tim jaksa KPK menanggapi lima poin pokok nota keberatan yang dibacakan tim pengacara Angelina dalam persidangan sebelumnya. Pertama, mengenai penyusunan dakwaan secara alternatif dan pencantuman Pasal 64 KUHP yang dianggap tim pengacara Angelina tidak sesuai doktrin dan praktik pengadilan serta merugikan kepentingan Angelina.

Sementara, menurut tim jaksa KPK, pemilihan bentuk surat dakwaan apakah itu disusun secara alternatif, subsideritas, ataupun kombinasi sepenuhnya menjadi kewenangan jaksa. Alasan pengacara yang mengatakan dakwaan alternatif justru merugikan Angelina dinilai tidak beralasan.

“Justru dengan dakwaan alternatif ini telah memberi kesempatan yang lebih luas kepada terdakwa untuk melakukan pembelaan,” kata jaksa Kresno.

Kemudian, soal penggunaan Pasal 64 KUHP, menurut jaksa, tidak perlu ditanggapi karena sudah masuk materi perkara yang harus dibuktikan melalui pemeriksaan persidangan.

Kedua, atas alasan bahwa penuntut umum tidak benar dalam merumuskan locus delicti perkara. Dalam persidangan sebelumnya, tim pengacara Angelina menilai locus delicti yang dirumuskan jaksa tidak tepat karena menyebut ruang kerja terdakwa di lantai 23 Gedung Nusantara I di kantor DPR, Jakarta Pusat, bukan Jakarta Selatan. Sementara menurut jaksa, alasan itu tidak benar dan perlu dibantah. “Hal tersebut telah memasuki materi perkara yang nantinya akan dibuktikan,” tambah jaksa Kresno.

Ketiga, soal keberatan pihak Angelina yang menyebut surat dakwaan jaksa tidak jelas merinci mana uang yang diterima Angelina terkait proyek Kemenpora dan mana yang terkait proyek Kemendiknas serta mana yang diterima seorang diri dan mana yang diterima pihak lain. Atas alasan ini, jaksa menegaskan kalau mereka sudah menjelaskan jumlah penerimaan uang itu dalam surat dakwaan. “Mengenai kebenaran fakta perbuatan tentang jumlah penerimaan uang tersebut, telah masuk pokok perkara yang seharusnya nanti dibuktikan dalam persidangan,” tambah Kresno.

Keempat, soal keberatan tim pengacara atas penerapan Pasal 12 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam dakwaan pertama. Menurut jaksa, keberatan itu harus ditolak karena penuntut umum punya kewenangan penuh dalam menerapkan ketentuan pidana.

Kelima, soal keberatan tim pengacara Angelina atas penerapan Pasal 5 Ayat 1 dan 2 UU Tipikor oleh jaksa. Dalam persidangan sebelumnya, tim pengacara Angelina keberatan kliennya didakwa dengan pasal itu karena si pemberi suap belum didakwa atau disidik. Atas keberatan ini, tim jaksa KPK kembali menegaskan kalau pemilihan pasal yang digunakan dalam menyusun dakwaan menjadi kewenangan penuntut umum sepenuhnya. “Dengan demikian ekspesi penasehat hukum haruslah ditolak majelis hakim,” kata Kresno.

Didakwa terima suap

Seperti diberitakan sebelumnya, Angelina didakwa secara alternatif, yakni melanggar Pasal 12 Ayat a, Pasal 5 Ayat 2, atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara. Jaksa menilai Angelina menerima pemberian atau janji dari Grup Permai, yakni uang Rp 12,58 miliar ditambah 2,35 juta dollar AS dalam kurun waktu Maret 2010 hingga November 2010.

Pemberian tersebut, menurut dakwaan, merupakan imbalan atas jasa Angelina menggiring proyek. Adapun yang dimaksud dengan "menggiring" adalah agar nilai proyek yang dianggarkan di DPR dapat disesuaikan dengan keinginan Grup Permai, perusahaan milik Muhammad Nazaruddin.

Berita terkait kasus yang menjerat Angie dapat diikuti dalam topik "Dugaan Suap Angelina Sondakh"

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Nasional
    Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Nasional
    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Nasional
    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

    Nasional
    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

    Nasional
    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Nasional
    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com