JAKARTA, KOMPAS.com — Ledakan bom saat dirakit di Tambora, Jakarta; dan Depok, Jawa Barat; baru-baru ini memperlihatkan, sebagian kelompok teroris kian frustrasi sehingga berbuat ceroboh.
"Ada frustrasi politik yang sudah sampai ke ubun-ubun di kalangan sebagian teroris muda. Mereka mengidam-idamkan sistem politik dan hukum syariah dalam negara Islam. Sementara itu, perjalanan politik Indonesia justru semakin sekuler," kata peneliti terorisme dari Universitas Malikussaleh, Aceh, Al Chaedar, di Jakarta, Senin (10/9/2012).
Kegiatan kelompok-kelompok baru teroris itu juga semakin terdesak oleh operasi Detasemen Khusus atau Densus 88 yang getol beberapa tahun belakangan. Semua kelompok sel-sel baru sudah terpetakan oleh aparat keamanan bak dalam akuarium. Mereka menjadi sulit bergerak dan semakin frustrasi.
Sebagaimana diberitakan, dua bom meledak di Tambora, Jakarta Barat; dan di Kukusan, Depok, Jawa Barat; pekan lalu. Ledakan itu diduga terkait kegiatan kelompok teroris muda yang sedang merakit bom dan gagal.
Al Chaedar memperkirakan, para terduga kelompok teroris yang terlibat dalam kasus ledakan bom di Tambora dan Depok termasuk generasi baru sempalan dari salah satu faksi Darul Islam (DI).
Mereka memang dilatih untuk membuat bom dengan rencana untuk diledakkan pada target-target yang ditentukan. Namun, rencana itu gagal karena bom meledak saat masih dalam proses uji coba.
"Mereka frustrasi karena arah politik Indonesia semakin demokratis dan sekuler. Padahal, mereka mencita-citakan negara Islam. Mereka tak sabar untuk melancarkan serangan sehingga terjadilah ledakan bom saat diracik," katanya.
Untuk mengantisipasi serangan terorisme, pemerintah saat ini perlu melakukan tindakan yang tepat. "Jika sudah mengancam masyarakat, apalagi dengan bom, mereka sudah tak bisa ditoleransi. Harus ditindak tegas," katanya.
Meski demikian, pemerintah juga perlu terus menyempurnakan pendekatan deradikalisasi, terutama yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Program deradikalisasi perlu ditujukan pada sasaran yang tepat, yaitu kaum muda radikal yang berpotensi menjadi teroris.
"Mereka harus didekati, diajak dialog, dan disadarkan untuk menjauhi jalan kekerasan," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.