Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Solusi Konflik SARA

Kompas.com - 07/09/2012, 10:30 WIB
OLEH AM FATWA

Konflik berlatar SARA suku, agama, ras, dan antargolongan yang mengoyak Sampang, Madura, beberapa waktu lalu, hanya menyisakan duka. Dua korban tewas, enam luka serius, dan belasan puing rumah jadi saksi atas tragedi kemanusiaan yang mengatasnamakan agama.

Perbedaan aliran yang menjadi faktor pemicu membuat insiden berdarah tersebut menjadi isu nasional. Semua media cetak dan elektronik menyajikannya sebagai berita utama selama beberapa hari. Beragam komentar dan aksi simpatik mengalir dari segenap komponen bangsa: dari presiden sampai masyarakat biasa.

Banyak pihak yang menyayangkan atau mengutuk peristiwa tersebut, tetapi yang paling positif adalah respons cepat para petinggi negara. Tak satu pun dari mereka yang mencari kambing hitam supaya bisa lepas tanggung jawab. Semuanya mengambil peran aktif dalam proses recovery yang sedang berlangsung.

Proses recovery ini harus dilaksanakan dengan baik supaya bisa menjadi langgam bagi terciptanya kehidupan yang harmonis di masa depan. Pasalnya, konflik pasca- Lebaran 1433 Hijriah tersebut bukanlah kejadian yang pertama. Sebelumnya, pada Desember 2011, konflik dengan latar belakang serupa juga terjadi di Sampang. Oleh sebab itu, supaya proses recovery tersebut tidak menjadi rutinitas pascakonflik, perlu keterlibatan semua elemen bangsa—baik struktural maupun kultural—dalam megaproyek rekonsiliasi dan rekonstruksi yang komprehensif.

Negara wajib hadir

Langkah krusial yang harus segera dilakukan adalah mengusut tuntas semua pihak yang terlibat penyerangan terhadap kelompok Syiah. Semua aparat penegak hukum—baik kepolisian, kejaksaan, maupun kehakiman—harus bertindak tegas dalam menyidik, menyidang, dan menghukum siapa pun yang bersalah. Tegakkan keadilan yang paripurna sesuai koridor hukum. Jangan sampai terpengaruh opini publik atau suara mayoritas.

Butir ini menjadi penting karena pada peristiwa penyerangan yang pertama justru Tajul Muluk—pemimpin Syiah Sampang—yang divonis dua tahun penjara dengan tuduhan penodaan agama. Tak urung, vonis ini pun menuai kecaman yang luas di kalangan pemerhati hukum dan HAM. Bahkan, Amnesty International yang berkedudukan di London sempat meminta Pemerintah RI untuk membatalkan tuduhan tersebut.

Proses peradilan pada peristiwa penyerangan kali ini harus lebih adil, terbuka, dan jujur. Karena dampaknya bukan hanya akan memperbaiki citra dunia peradilan kita di mata dunia, lebih dari itu bisa membuat masyarakat berpikir dua kali untuk melakukan tindak kekerasan kepada kelompok-kelompok minoritas yang berbeda dari mereka.

Jika proses peradilan pada peristiwa yang kedua ini tidak adil, atau bahkan menghasilkan keputusan yang kontroversial seperti pasca-penyerangan yang pertama, berarti negara telah mengingkari kewajibannya dalam menghormati, melindungi, memajukan, dan menegakkan hak asasi warga negara yang diamanatkan Pasal 71 dan 72 UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia. Itu juga berarti memberikan angin segar kepada masyarakat untuk menyelesaikan ketegangan teologis dengan cara-cara yang biadab.

Di samping itu, pemerintah harus lebih serius menjalankan amanah UUD 1945 Pasal 28 dan 29, supaya tiap warga benar- benar mendapatkan haknya dalam memeluk agama dan melaksanakan keyakinan mereka. Pemerintah tak boleh ragu untuk mengerahkan setiap instrumen yang dimiliki demi tegaknya pelaksanaan undang-undang ini, termasuk Badan Intelijen Negara (BIN), institusi yang dinilai lemah oleh presiden dan mengaku kecolongan atas tragedi Sampang.

MUI dan para tokoh harus arif

Sebagai institusi yang mewadahi semua aliran Islam di Indonesia, semua ulama Majelis Ulama Indonesia (MUI)—dari tingkat pusat sampai ke daerah—harus bersikap arif, seiya, dan sekata dalam menyikapi fenomena keumatan, serta berhati-hati dalam mengeluarkan fatwa. Jangan sampai fatwa yang dikeluarkan menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat karena berpotensi dijadikan legitimasi oleh kelompok tertentu untuk memberangus kelompok yang lain.

Pecahnya konflik Sunni-Syiah di Madura tentu tidak bisa dilepaskan dari fatwa MUI Sampang yang menyatakan bahwa ajaran Syiah sesat. Padahal, MUI pusat masih belum mengeluarkan fatwa tentang Syiah. Mungkin tak satu pun anggota MUI Sampang yang mengira fatwa bernomor A-035/MUI/spg/2012 itu akan dijadikan sebagai landasan pembenar bagi suatu kelompok untuk menyerang warga Syiah.

Berkaca dari kejadian ini, ada baiknya jika setiap kali mengeluarkan fatwa sesat terhadap ajaran, kelompok, atau sekte Islam tertentu, MUI menyertakan imbauan agar masyarakat tidak melakukan tindakan anarkis kepada penganut ajaran atau kelompok tersebut. Anjurkan mereka untuk mengedepankan dialog dan menggunakan cara-cara damai dalam menyelesaikan perbedaan.

Apabila pernyataan sejumlah tokoh yang menyatakan konflik Sampang hakikatnya adalah konflik keluarga, maka tokoh masyarakat, seperti sesepuh, kiai, atau figur yang disegani lainnya, harus aktif mendamaikan. Pasalnya, bagi masyarakat Indonesia yang masih menjunjung tinggi tradisi dan kearifan lokal, tokoh-tokoh kultural menempati posisi terhormat yang sangat dipatuhi.

Posisi strategis ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk memperbaiki hubungan kekerabatan di antara kedua belah pihak yang berseteru. Menyadarkan mereka bahwa pertikaian bukanlah cara untuk menyelesaikan masalah, tetapi merupakan awal bagi terciptanya masalah baru yang lebih besar.

AM Fatwa Anggota DPD

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Nasional
Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Nasional
Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Nasional
Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com