Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aktivitas Tambang Pada Karst Menyusutkan Keanekaragaman Hayati

Kompas.com - 29/08/2012, 22:55 WIB

KOMPAS.com - Aktivitas pertambangan kapur pada ekosistem karst, akan menyebabkan susutnya keanekaragaman hayati dan bisa berdampak luas. Sebab, ekosistem karst tidak terpisah dari ekosistem yang lebih luas di luar kawasan karst.

Majelis Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), peneliti kelompok hewan  pada ekosistem karst, Yayuk Rahayuningsih, menyatakan, "Jika ada aktivitas pertambangan kapur lama-kelamaan akan terjadi penyusutan keanekaragaman hayati."

Kerusakan yang diakibatkan aktivitas pertambangan atau ekstraktif bersifat drastis, sehingga tidak memungkinkan hewan-hewan tersebut bersiap untuk melakukan migrasi ke habitat lain dan mempersiapkan diri untuk adaptasi.

"Biasanya tambang kapur menggunakan bom. Sementara kalau perubahan alamiah, itu berlangsung secara perlahan sehingga hewan bisa berproses untuk beradaptasi," tambah Yayuk.

Selain itu, Yayuk menambahkan, "Biasanya kita hanya melihat karst sebagai gunung kapur, padahal sebenarnya banyak karst itu merupakan tangki air raksasa yang digunakan oleh penduduk di sekitarnya. Di gunung kapur tidak ada sumber air. Apa yang bakal terjadi kalau itu dihancurkan oleh pertambangan?"

Yayuk yang telah membukukan penenelitiannya di  Karst Maros, Sulawesi Selatan, menegaskan, rantai ekosistem karst tidak berdiri sendiri, sehingga  jika terganggu akan berdampak ke ekosistem lainnya. Misalnya, kelelawar yang tinggal di gua dalam ekosistem karst.

"Kelelawar itu merupakan pemencar biji, juga pollinator. Kalau misalnya kelelawar itu pemencar biji duren dan pollinator, kalau kelelawar di karst itu punah, bagaimana nasib kebun duren atau petai yang ada di luar karst. Siapa polinatornya?" tegas Yayuk.

Sementara hewan kecil di  dalam gua karst, seperti kaki seribu, jangkrik (Gryllidae), atau kecoak merupakan perombak bahan organik. "Mereka merombak guano kelelawar (kotoran kelelawar)," jelas Yayuk.

Selain itu, burung walet dan kelelawar juga berfungsi sebagai pengendali hama karena mereka pemangsa serangga. "Bayangkan kalau pemangsa serangga tidak ada, maka daerah pertanian di sekitarnya bisa mengalami serangan hama," tambahnya.

Kelelawar juga berfungsi sebagai pemencar biji. Daerah yang terkena dampak bisa berjarak jauh dari karst yang ditambang karena kelelawar mencari makan di luar gua.

Saat ini sudah terjadi penambangan kapur di kawasan karst di Maros, Sulawesi Selatan dan beberapa daerah sudah menjadi incaran pabrik semen, antara lain di Sukolilo, Jawa Tengah.

Menurut Yayuk, bahkan binatang kecil di gua karst juga memiliki fungsi penjaga ekosistem karst dan ekosistem di sekitarnya.           

Dari segi peraturan, menurut peneliti karst dari Universitas Hasanuddin, Rachman Kurniawan, yang dihubungi Rabu (29/8) di Jakarta, "Sudah ada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Karst yang masih dalam proses, masyarakat bisa memberikan masukan."

Pada Rabu (29/8/2012) malam, rancangan peraturan pemerintah tersebut tidak bisa ditemukan di situs Kementerian Hukum dan HAM.

Menurut Rachman, konservasi terhadap karst tidak bisa dilakukan sepenuhnya sampai menutup kesempatan untuk aktivitas lain non-konservasi. Ruang untuk aktivitas non-konservasi seperti aktivitas ekstraktif tentu harus dibuka.

Namun, dia mengatakan, "Syarat-syarat untuk kegiatan ekstraktif harus dibuat ketat."

Dia mengakui, hingga saat ini belum ada kesepakatan untuk pembatasan-pembatasan terkait kondisi ekosistem. Pembatasan tersebut antara lain terkait dengan luas tutupan vegetasi, baku mutu air, populasi dan tingkat endemisitas flora dan fauna, serta kondisi geologis.

"Belum ada kesepakatan berapa tingkatan masing-masing. Misalnya berapa batas kuantitas dan kualitas air untuk baku mutu air, juga tentang masalah terkait flora dan fauna endemik serta besar populasinya," katanya.

Menurut Yayuk, untuk valuasi ekonomi terkait karst bisa dilakukan melalui kegiatan ekowisata. "Itupun harus ada pengaturan yang ketat, terutama terkait berapa kapasitas gua, yaitu berapa orang yang bisa ditampung dalam gua dalam rentang waktu tertentu. Misalnya setiap interval 15 menit hanya boleh masuk 20 orang," katanya.

Yayuk menambahkan, kelompok hewan dalam gua amat sensitif terhadap panas, kebisingan, cahaya, dan bau. Adaptasi hewan yang hidup dalam ekosistem karst antara lain menjadi buta, kehilangan pigmen (pucat), atau sungutnya menjadi lebih panjang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Airlangga Yakin Terpilih Kembali Jadi Ketum Golkar Secara Aklamasi

Airlangga Yakin Terpilih Kembali Jadi Ketum Golkar Secara Aklamasi

Nasional
Diberi Tugas Maju Pilkada Banten, Airin Ucapkan Terima Kasih ke Airlangga

Diberi Tugas Maju Pilkada Banten, Airin Ucapkan Terima Kasih ke Airlangga

Nasional
PKS: Pasangan Sohibul Iman untuk Pilkada Jakarta Tunggu Koalisi Terbentuk

PKS: Pasangan Sohibul Iman untuk Pilkada Jakarta Tunggu Koalisi Terbentuk

Nasional
Optimalkan Pengelolaan, Kemenag Siapkan Peta Jalan Zakat Nasional 2025-2045

Optimalkan Pengelolaan, Kemenag Siapkan Peta Jalan Zakat Nasional 2025-2045

Nasional
Golkar Tugaskan Airin Rachmi Diany jadi Calon Gubernur Banten

Golkar Tugaskan Airin Rachmi Diany jadi Calon Gubernur Banten

Nasional
PP KPPG Dukung Airlangga Hartarto Kembali Jadi Ketum Partai Golkar

PP KPPG Dukung Airlangga Hartarto Kembali Jadi Ketum Partai Golkar

Nasional
Usung La Nyalla, Nono, Elviana, dan Tamsil, Fahira Idris: DPD Butuh Banyak Terobosan

Usung La Nyalla, Nono, Elviana, dan Tamsil, Fahira Idris: DPD Butuh Banyak Terobosan

Nasional
VoB Bakal Sampaikan Kritik Genosida Hingga Lingkungan di Glastonbury Festival

VoB Bakal Sampaikan Kritik Genosida Hingga Lingkungan di Glastonbury Festival

Nasional
La Nyalla Sebut Amendemen UUD 1945 Jadi Prioritas DPD

La Nyalla Sebut Amendemen UUD 1945 Jadi Prioritas DPD

Nasional
La Nyalla Akan Ajak Prabowo Kembalikan UUD 1945 ke Naskah Asli

La Nyalla Akan Ajak Prabowo Kembalikan UUD 1945 ke Naskah Asli

Nasional
Puluhan Anggota DPD Dukung La Nyalla Jadi Ketua Meski Suara Komeng Lebih Banyak

Puluhan Anggota DPD Dukung La Nyalla Jadi Ketua Meski Suara Komeng Lebih Banyak

Nasional
Kemensos Bantah Bansos Salah Sasaran, Klaim Data Diperbarui Tiap Bulan

Kemensos Bantah Bansos Salah Sasaran, Klaim Data Diperbarui Tiap Bulan

Nasional
Digitalisasi dan Riset Teknologi, Kunci Utama Kinerja Positif Pertamina Sepanjang 2023

Digitalisasi dan Riset Teknologi, Kunci Utama Kinerja Positif Pertamina Sepanjang 2023

Nasional
Kaget PDI-P Ingin Usung Anies, Ketua Nasdem Jakarta: Wow, Ada Apa Nih?

Kaget PDI-P Ingin Usung Anies, Ketua Nasdem Jakarta: Wow, Ada Apa Nih?

Nasional
Jemaah Haji Diimbau Patuhi Jadwal Kepulangan ke Tanah Air

Jemaah Haji Diimbau Patuhi Jadwal Kepulangan ke Tanah Air

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com