Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontekstualisasi Ramadhan

Kompas.com - 11/08/2012, 09:48 WIB

Sama dengan puasa, turunnya Al Quran juga harus dikontekstualisasikan secara historis terkait apa yang sebenarnya terjadi dengan pewahyuan Kitab Suci dalam tradisi agama monoteistik pra-Islam: Yahudi dan Kristen. Salah satu contoh dapat diberikan melalui kalam Tuhan ini: ”Mereka yang tidak percaya berkata: mengapa Al Quran tidak diturunkan kepadanya (yakni Muhammad) sekali turun saja?” Menurut al-Abari, frase ”sekali turun saja” merujuk pada proses pewahyuan Taurat kepada Nabi Musa di Gunung Sinai.

Penafsir al-Tha'labi al-Naysaburi memperlebar makna ”sekali turun saja” yang merujuk bukan hanya Kitab Taurat kepada Musa, tetapi juga Kitab Zabur kepada Nabi Daud dan kitab Injil kepada Nabi Isa. Berbeda dengan proses pewahyuan Taurat kepada Musa, Zabur kepada Daud, dan Injil kepada Isa yang ”sekali turun”, Al- Quran hanya diturunkan secara progresif dan bertahap sesuai dengan periode kena- bian Muhammad. Mengapa?

Pertama, penafsir awal Ibn Jurayj, yang pendapatnya terekam dalam Tafsir al- Abari, lebih menekankan karakter respon- sif wahyu dalam Islam. Menurut dia, ”Al Quran diturunkan kepada Muhammad sebagai respons atas apa yang mereka kata- kan sehingga Muhammad akan tahu bahwa Tuhan akan menjawab orang-orang dengan kebenaran terkait dengan apa yang mereka katakan.” Pewahyuan ini adalah proses dialogis yang berlangsung secara aktif, yang melibatkan antara dua subyek yang hadir dalam sejarah penyelamatan, Tuhan dan Muhammad untuk memberikan jawaban atas apa yang orang-orang katakan kepada Muhammad.

Kedua, penafsir Ibn ’Abbas, yang inter- pretasinya juga terekam dalam Tafsir al- Abari lebih menekankan argumen pembelajaran dan penghafalan agar Muhammad dapat mempelajari ayat demi ayat yang diwahyukan bahkan diajarkan Tuhan kepadanya melalui hafalan dan ingatan. Argumen ini merefleksikan karakter utama wahyu Al Quran yang bersifat oral dan, karena itu, terekam dalam memori kolektif Muhammad dan pengikutnya.

SUKIDI Kandidat PhD di Universitas Harvard

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Nasional
    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Nasional
    'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

    "Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

    Nasional
    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Nasional
    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    Nasional
    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Nasional
    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Nasional
    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Nasional
    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Nasional
    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    Nasional
    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    Nasional
    Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

    Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

    Nasional
    Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

    Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

    Nasional
    Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

    Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

    Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com