JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang diketuai Gusrizal menolak penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Arif Budi Raharjo dijadikan saksi dalam persidangan kasus dugaan suap cek perjalanan dengan terdakwa Miranda S Goeltom. Arif menjadi salah satu saksi yang diajukan tim jaksa penuntut umum KPK dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Kamis (9/8/2012).
Menurut majelis hakim, keterangan Arif belum diperlukan karena yang bersangkutan tidak mengalami langsung peristiwa pidana yang dituduhkan ke Miranda. "Masalah saksi Arif Budi Raharjo, memang menurut ketentuan Pasal 1 poin 27 KUHAP bukan orang yang mengalami langsung. Oleh karena itu, sepanjang majelis butuhkan, akan kami periksa. Tetapi untuk sekarang belum akan diperiksa," kata Gusrizal.
Keputusan majelis hakim ini menanggapi keberatan tim pengacara Miranda. Tim pengacara Miranda berkeberatan jika Arif dijadikan saksi karena yang bersangkutan tidak langsung mengalami peristiwa pidana. Selain menolak Arif, tim pengacara Miranda menolak anggota DPR 1999-2004, Agus Condro bersaksi. Menurut pihak Miranda, Agus tidak dapat didengarkan keterangannya karena dia pernah dipidana dalam kasus suap cek perjalanan ini.
Terkait Agus, majelis hakim memutuskan keterangan yang bersangkutan dapat didengar dalam persidangan Miranda ini. Alasannya, Agus dan Miranda didakwa dalam berkas terpisah. "Antara saksi ini dan Miranda bukan satu berkas tapi terpisah. Pasal 35 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan setiap orang wajib jadi saksi. Karena Undang-undang ini bersifat khusus, terhadap keterangan saksi bisa didengar keterangan di bawah sumpah," kata hakim Gusrizal.
Miranda didakwa menyuap anggota DPR 1999-2004 terkait pemilihannya sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004. Miranda bersama-sama Nunun Nurbaeti atau masing-masing bertindak sendiri, memberi cek perjalanan Bank Internasional Indonesia (BII) senilai Rp 20,8 miliar melalui Ari Malangjudo ke anggota DPR 1999-2004, antara lain, Hamka Yandhu (fraksi Partai Golkar), Dudhie Makmun Murod (fraksi PDI Perjuangan), dan Endin Soefihara (fraksi PPP).
Cek Perjalanan senilai Rp 20,8 miliar tersebut merupakan bagian dari total 480 cek perjalanan BII senilai Rp 24 miliar. Kasus dugaan suap cek perjalanan yang terungkap sejak 2008 ini berawal dari "nyanyian" Agus Condro. Mantan politisi PDI-P itu mengaku terima sejumlah cek perjalanan yang ia duga terkait pemenangan Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004. Sebanyak lebih dari 30 anggota DPR 1999-2004 yang menerima cek perjalanan, termasuk Agus, sudah dihukum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.