Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hartati Murdaya Terancam Hukuman Maksimal Lima Tahun Penjara

Kompas.com - 08/08/2012, 14:30 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat tersangka baru kasus Buol, Presiden Direktur PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP) dan PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM), Siti Hartati Murdaya dengan pasal penyuapan. Hukuman maksimalnya lima tahun penjara.

"Dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 Huruf a dan b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 k-1 KUHP," kata Ketua KPK Abraham Samad saat mengumumkan penetapan tersangka Hartati di Jakarta, Rabu (8/8/2012).

Dari dua pasal alternatif yang dikenakan ke Hartati itu, yang memuat ancaman hukuman paling berat adalah Pasal 5 Ayat 1 Huruf a dan b. Pasal tersebut mengatur soal tindak pidana penyuapan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara.

Pasal 5 Ayat 1 Huruf a mengatur soal setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancamannya, pidana penjara paling singkat setahun dan paling lama lima tahun, ditambah denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.

Kemudian Pasal 5 Ayat 1 Huruf b, kurang lebih isinya sama dengan Ayat 1 Huruf a. Hanya saja, ayat tersebut tidak menyebut kalimat "atau menjanjikan sesuatu".

Hartati diduga menyuap Bupati Buol Amran Batalipu. Pemberian suap senilai Rp 3 miliar itu diduga terkait kepengurusan hak guna usaha perkebunan kelapa sawit PT HIP dan PT CCM di Kecamatan Bukal, Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah. KPK juga menetapkan Amran dan dua orang anak buah Hartati, yakni Gondo Sudjono dan Yani Anshori sebagai tersangka.

Menurut Abraham, pemberian suap Rp 3 miliar ke Amran itu dilakukan secara bertahap. Pertama pada 18 Juni 2012 senilai Rp 1 miliar kemudian pada 26 Juni sebesar Rp 2 miliar.

Penetapan tersangka Hartati ini merupakan hasil pengembangan penyidikan terhadap tiga tersangka sebelumnya, Amran, Yani, dan Gondo. Abraham juga memastikan KPK akan menahan Hartati seusai yang bersangkutan diperiksa sebagai tersangka. Mengenai kapan jadwal pemeriksaan Hartati, belum dapat dipastikan.

Sementara tim pengacara Hartati melalui siaran persnya menilai penetapan kliennya sebagai tersangka KPK ini tidak valid dan tidak layak. Sebab, menurut tim pengacara, Hartati tidak tahu menahu soal suap ke Bupati Buol tersebut. Adapun PT HIP yang dipimpin Hartati, katanya, hanyalah korban pemerasan Amran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

    ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

    Nasional
    Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

    Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

    Nasional
    PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

    PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

    Nasional
    Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

    Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

    Nasional
    Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

    Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

    Nasional
    Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

    Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

    Nasional
    Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

    Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

    Nasional
    Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

    Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

    Nasional
    Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

    Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

    Nasional
    Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

    Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

    Nasional
    KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

    KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

    Nasional
    PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

    PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

    Nasional
    Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

    Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

    Nasional
    Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

    Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

    Nasional
    Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

    Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com