Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ruhut: Hartati Tersangka, Demokrat Bakal Berjaya pada 2014

Kompas.com - 08/08/2012, 14:07 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ruhut Sitompul, anggota Komisi III DPR yang juga Ketua Divisi Kominfo DPP Partai Demokrat, mengungkapkan bahwa penetapan Hartati Murdaya sebagai tersangka tidak akan berpengaruh pada elektabilitas Partai Demokrat dalam Pemilu 2014. Hal itu diungkapkan Ruhut menyusul ditetapkannya Hartati Murdaya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka dalam perkara dugaan suap kepengurusan hak guna usaha perkebunan kelapa sawit di Buol.

Ruhut bahkan optimistis bahwa Partai Demokrat akan memenangi pemilu dengan target yang sebelumnya 30 persen menjadi 50 persen suara. "Saya rasa penetapan Hartati sebagai tersangka oleh KPK tidak mempengaruhi perolehan suara dalam Pemilu 2014 mendatang. Saya optimistis akan menang, target 30 persen suara akan jadi 50 persen. Itu karena partai lain masih melindungi kader yang terlibat kasus korupsi," ujar Ruhut di Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu (8/8/2012).

Ruhut mengatakan, Partai Demokrat tidak akan kolaps dalam Pemilu 2014 mendatang karena partai memiliki motivasi membersihkan dan memberantas korupsi. Hal tersebut, menurutnya, didukung oleh sikap Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden dan pimpinan Dewan Pembina Partai Demokrat, yang tegas mengatakan kalau ada kader atau pimpinan partai yang tidak bisa mengikuti aturan dan terlibat korupsi maka partai akan memberhentikan yang bersangkutan.

"Kami (Demokrat) hanya satu-satunya partai yang tegas pada pelaku korupsi. Bukan hanya partai politik, tapi lembaga lain juga harus meneladani sikap kami yang menonaktifkan tersangka korupsi," tambahnya.

Ruhut memberikan contoh kader bermasalah dari Partai Golkar, di mana ketua umumnya, Aburizal Bakrie, tidak menonaktifkan Zulkarnen Djabar karena menjadi tersangka dugaan korupsi pengadaan Al Quran. Ical, sapaan akrab Aburizal Bakrie, hanya melontarkan pernyataan praduga tak bersalah. Kebalikannya, menurut Ruhut, Partai Demokrat tidak bersikap seperti Golkar. Partai Demokrat lebih takut sanksi sosial.

"Semua partai berlindung di asas praduga tak bersalah, kalau berbicara korupsi dengan politisi, terapkanlah asas sanksi sosial, bukan asas praduga tak bersalah. Semua partai harus legowo, menonaktifkan kadernya yang tersangkut perkara korupsi. Kalau tidak seperti itu yang kena imbasnya bukan dirinya saja (kader tersangka korupsi), tapi partainya juga akan karam," ujar Ruhut.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Siti Hartati Murdaya Poo, sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap kepengurusan hak guna usaha perkebunan kelapa sawit di Buol, Sulawesi Tengah. Selaku Presiden Direktur PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP) dan PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM), Hartati diduga menyuap Bupati Buol, Amran Batalipu. Penetapan tersangka Hartati ini disampaikan Ketua KPK Abraham Samad dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (8/8/2012).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

    Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

    Nasional
    Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

    Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

    Nasional
    Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

    Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

    Nasional
    Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

    Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

    Nasional
    Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

    Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

    Nasional
    May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

    May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

    Nasional
    Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

    Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

    Nasional
    Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

    Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

    Nasional
    Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

    Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

    Nasional
    Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

    Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

    Nasional
    Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

    Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

    Nasional
    Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

    Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

    Nasional
    Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

    Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

    Nasional
    Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

    Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

    Nasional
    Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

    Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com