Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Tak Surut

Kompas.com - 08/08/2012, 02:22 WIB

Jakarta, Kompas - Komisi Pemberantasan Korupsi tidak peduli dengan kisruh rebutan kewenangan dengan Polri. KPK tidak surut mengusut ka- sus korupsi di Korps Lalu Lintas Polri. KPK tetap memeriksa sejumlah saksi kasus tersebut.

Saksi yang telah diperiksa di antaranya Sukotjo Bambang yang diperiksa di Bandung. ”(Pemeriksaan) masih berjalan, buat tersangka DS (Inspektur Jenderal Djoko Susilo) masih jalan. Untuk tersangka nanti pada saat tepat akan dilakukan. Sekarang baru pemeriksaan terhadap saksi-saksi,” kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Selasa (7/8).

Bambang mengatakan, penahanan Djoko Susilo tinggal menunggu waktu. ”Sekarang kita punya tersangkanya belum ditahan, tetapi pada saatnya akan ditahan,” ujarnya.

Namun, dalam keterangannya, pengacara Djoko Susilo, Hotma Sitompoel, membantah kliennya menggelembungkan harga proyek alat simulasi mengemudi. Dikatakan, tender dilakukan transparan dan sesuai hukum.

Sementara itu, dukungan agar KPK mengusut terus menguat. Wakil Ketua DPR Pramono Anung mengatakan, sesuai UU KPK, kewenangan untuk mengusut kasus Korlantas ada di KPK.

”Sebenarnya begini, UU KPK khususnya Pasal 50 Ayat 3 dan 4 dan juga Pasal 9, itu sudah memberikan kewenangan kepada KPK sehingga KPK tidak perlu, katakanlah, meredusir atau menghilangkan kewenangannya sendiri dengan kesepakatan (MOU). Bagi saya, MOU itu tidak penting, yang penting UU KPK dan itu harus digunakan oleh KPK untuk bertindak dalam persoalan yang menyangkut Polri,” kata Pramono, dalam sebuah diskusi di Gedung KPK.

Mantan pimpinan KPK Erry Riyana Hardjapamekas mengatakan, KPK tidak usah berharap banyak pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengatasi persoalan tersebut. ”SBY ini semakin dihadapkan kepada masalah semakin tidak bisa memutuskan,” kata Erry.

Namun, lagi-lagi, Presiden Yudhoyono didesak untuk memerintahkan Polri agar menaati UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Polemik KPK dan Polri yang berlarut-larut, kata Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi dan Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi Fadjroel Rachman, bisa memperkeruh suasana dan menciptakan ketidakpastian hukum.

Karena itu, kata pakar hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana, Kupang, Bernard Tanya, harus ada gerakan publik yang kuat dan meluas untuk memaksa Polri menyerahkan kasus itu ke KPK.

”SBY harus baca UU KPK, lalu perintahkan Kapolri agar diberikan ruang pada KPK supaya menangani kasus itu sampai tuntas,” ujar Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Saldi Isra.

Namun, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin mengatakan, situasi saat ini belum memerlukan campur tangan Presiden. Lebih positif jika kedua institusi itu mampu menyelesaikan masalah mereka sendiri. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto meminta semua pihak bersabar, menunggu Polri dan KPK mencapai kesepakatan.

Menurut Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha, arahan Presiden Yudhoyono sudah jelas, yakni agar pimpinan KPK dan Polri bersinergi. ”Diperintahkan oleh Presiden, melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, agar pimpinan KPK dan Polri segera berkomunikasi untuk bersinergi,” kata Julian.

Polemik antara KPK dan Polri, menurut anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo dari Fraksi Partai Golkar dan Eva Kusuma Sundari dari Fraksi PDI-P, diduga dibiarkan. Akibatnya, KPK dan masyarakat kehilangan perhatian atas sejumlah kasus besar dan menarik perhatian,

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Selasa (7/8), mendaftarkan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan terkait penahanan empat tersangka kasus korupsi Korlantas oleh Polri. ”Penahanan tidak sah karena penyidikan kepolisian tidak sah,” kata Ketua MAKI Boyamin Saiman. Pihak-pihak yang digugat adalah Kapolri, pimpinan KPK, dan Jaksa Agung.

Untuk itu, Polri diminta menghentikan penyidikan. ”Kepolisian harus menghentikan penyidikan kasus ini karena cacat hukum,” kata Ketua Kaukus Antikorupsi DPD, I Wayan Sudirta. (iam/nta/ato/fer/ANS/RAY ana/nwo/dik/faj/ink)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com