Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rosa Boleh Tinggal di AS Setelah Bebas Murni

Kompas.com - 23/07/2012, 19:06 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Terpidana kasus suap wisma atlet SEA Games, Mindo Rosalina Manulang, tidak dapat pindah ke luar negeri meskipun sudah dinyatakan bebas bersyarat. Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Sihabuddin, mengatakan, Rosa baru bisa meninggalkan Indonesia jika telah dinyatakan bebas murni.

"Dia tidak bisa serta-merta tinggal di luar negeri, kalau statusnya masih bebas bersyarat. Harus tunggu berstatus bebas murni dulu, baru bisa menetap di luar Indonesia," kata Sihabuddin, Senin (23/7/2012).

Rosa divonis bersalah dan dihukum dua tahun enam bulan penjara melalui putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 21 September 2011. Menurut Sihabuddin, mantan anak buah Muhammad Nazaruddin itu baru mendapatkan hak bebas bersyarat setelah memperoleh remisi pada 17 Agustus nanti.

"Jadi, dia dapat remisi dulu, baru kami hitung kapan dia bisa bebas bersyarat. Kalau tidak salah, paling cepat dia bebas bersyarat September," ujarnya.

Dia menjelaskan, dalam status bebas bersyarat, seorang warga binaan boleh meninggalkan Indonesia dengan seizin menteri. Selain itu, warga binaan tersebut masih diharuskan wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan terkait, minimal satu bulan sekali.

Penanggung Jawab Bidang Bantuan Kompensasi dan Restitusi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Lili Pintauli Siregar, mengungkapkan, Rosa mengajukan permohonan untuk tinggal di Amerika Serikat setelah bebas dari penjara. Saat ini Rosa mendekam di Rumah Tahanan Jakarta Timur Cabang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Menurut Lili, Rosa akan tetap berada di bawah perlindungan LPSK meskipun bebas bersyarat. Lili juga memastikan untuk mempertimbangkan permintaan Rosa pindah ke Amerika tersebut.

"Pasti kami pertimbangkan hubungan relasi kami juga dengan US Marshall," katanya.

Belum diketahui jelas alasan Rosa meminta pindah ke Amerika. Lili menduga, rencana itu terkait keinginan Rosa untuk bebas dari tekanan di Indonesia.

Seperti diberitakan sebelumnya, Rosa pernah mendapat ancaman ketika ditahan di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur. Ancaman yang ditujukan ke Rosa itu, pihak KPK mengakui, sebagai ancaman yang serius.

Rosa pun kemudian dipindahkan ke Rutan Jakarta Timur Cabang KPK dan mendapat perlindungan LPSK. Terkait kasus di KPK, Rosa menjadi salah satu saksi penting karena posisinya sebagai Direktur Pemasaran PT Anak Negeri, salah satu perusahaan milik Nazaruddin. Rosa dianggap tahu seputar proyek pemerintah yang ditangani Grup Permai, perusahaan milik Nazaruddin.

Dalam persidangan, Rosa juga membeberkan sejumlah hal terkait komunikasinya dengan anggota DPR, Angelina Sondakh, melalui Blackberry Messenger (BBM). Selain itu, mantan pengacara Rosa, Achmad Rifai, pernah mengatakan bahwa Rosa dimintai fee 8 persen oleh menteri Kabinet Indonesia Bersatu II.

Atas dasar itulah, keterangan Rosa dianggap penting. Rosa pun dijadikan sebagai justice collaborator atau pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum dalam membongkar keterlibatan pihak lain yang lebih besar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com