Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satu Dasawarsa Otsus Papua

Kompas.com - 06/07/2012, 05:07 WIB

Kelima, pelaksanaan demokrasi melalui pilkada langsung terbukti hanya mempertajam konflik horizontal. Perlu dipertimbangkan akar budaya masyarakat Papua di mana demokrasi langsung belum pas untuk dilaksanakan. Perlu kekhususan di Papua dalam hal ini sehingga konflik antarmasyarakat dapat diredam. Setelah itu, masyarakat dan aparat pemerintah bisa mengurai akar konflik.

Tampaklah ada sejumlah permasalahan mendasar yang menuntut perhatian khusus dalam proses pembangunan Papua ke depan. Pertama, masih rendahnya partisipasi, pemberdayaan, dan kemandirian masyarakat Papua. Kedua, masih terjadinya diskriminasi, marjinalisasi, dan berbagai stigma, terutama terhadap Masyarakat Asli Papua (MAP). Ketiga, lemahnya pelembagaan, penegakan, dan kepastian hukum, serta masih rendahnya penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM), lemahnya pemberantasan korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), serta instabilitas ketertiban dan keamanan.

Keempat, manajemen dan birokrasi pemerintahan yang belum efektif-efisien dan sarat KKN. Kelima, masih rendahnya mutu dan kualitas kehidupan masyarakat, terutama berkaitan dengan kebutuhan dasar, seperti pangan, sandang, dan papan, serta masih rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan. Keenam, masih lebarnya ketimpangan pembangunan sektoral dan wilayah sehingga pembangunan belum dinikmati secara adil dan merata. Ketujuh, kegamangan Masyarakat Asli Papua (MAP) menghadapi masa depan karena tidak ada keberpihakan pemerintah—pusat ataupun daerah—serta dunia usaha untuk menyejahterakan mereka.

Ubah pendekatan keamanan

Akhirnya, saya ingin menekankan bahwa kebijakan dan proses pembangunan yang selama ini diwarnai pendekatan keamanan (security approach) harus diubah menjadi pendekatan kemanusiaan dan kesejahteraan (humanity and prosperity approach) yang mengacu kearifan lokal.

Sebagai sesama anak bangsa, mereka yang selama ini terlibat gerakan separatisme harus dirangkul dan diajak duduk bersama untuk berkomunikasi dari hati ke hati sehingga tercipta kembali rasa saling percaya, rukun, aman, dan damai.

Kebijakan otonomi khusus bagi Papua adalah solusi yang bijaksana, tepat, dan bermartabat, tinggal bagaimana pelaksanaannya. Perlu pemikiran yang jernih dan rasional untuk mengurai permasalahan krusial, struktural, dan sistemik dalam pelaksanaan otonomi khusus tersebut. Pelaksanaannya membutuhkan inovasi politik, bukan kebijakan politik yang sudah usang tetapi terus dipaksakan.

Inovasi tersebut harus lahir dari komunikasi politik yang dilandasi sikap jujur, adil, terbuka, dan saling menghargai. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono setelah menerima tokoh-tokoh agama dari Papua tahun lalu ikut mendorong adanya dialog nasional antara Jakarta dan Papua untuk mencari solusi permanen. Inilah contoh inovasi politik yang terhormat dan bermartabat, tetapi formatnya harus lahir dari konsensus bersama antara pemerintah dan Masyarakat Asli Papua (MAP). Saya berharap dialog nasional ini dapat terlaksana sesegera mungkin dan menjadi salah satu tonggak sejarah di negeri tercinta ini, lebih khusus lagi sejarah tanah Papua.

Inilah pekerjaan rumah kita bersama untuk terus berupaya agar pembangunan yang dilaksanakan di seluruh wilayah tanah Papua benar-benar dapat menyentuh Masyarakat Asli Papua (MAP) menuju Papua yang lebih sejahtera, adil, dan makmur. Saya yakin bingkai NKRI dari timur ke barat, Merauke hingga Sabang, tetap dapat kita pertahankan.

Freddy Numberi Laksamana Madya (Purn)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com