JAKARTA, KOMPAS.com - Semua pihak diminta tidak memberi label kitab suci Al Quran dari Kementerian Agama yang sudah beredar di masyarakat dengan menyebut hasil korupsi. Al Quran yang sudah beredar dinilai tidak bermasalah.
"Jangan coba-coba mereduksi makna Al Quran yang sudah beredar dengan diberi embel-embel Al Quran hasil korupsi. Ini masalah sensitif. Al Quran yang sudah beredar tidak masalah. Jadi problemnya bukan di Al Quran," kata Ketua DPP Bidang Komunikasi PPP Arwani Thomafi, Selasa (3/7/2012) di Jakarta.
Arwani mengatakan, anggaran pengadaan Al Quran itu berasal dari APBN, bukan hasil korupsi. Menurut dia, tidak perlu ada gerakan menarik atau mengembalikan Al Quran yang sudah beredar. "Itu sama saja menganggap Al Quran itu dicetak dari hasil korupsi. Problemnya adalah oknum yang diduga terlibat praktik korupsi dalam pencetakan Al Quran yang menggunakan APBN," kata Arwani.
Seperti diberitakan, seluruh politisi di Komisi VIII DPR mendapat jatah masing-masing 504 buku Al Quran untuk dibagikan ke konstituen yang membutuhkan. Ada politisi yang mengaku belum menerima, ada yang mengaku sudah membagikan, ada yang mengaku masih menyimpan Al Quran itu.
Pengadaan kitab suci itu disorot setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan dugaan korupsi dalam penganggaran proyek pengadaan Al Quran pada Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama tahun anggaran 2011 dan 2012. Dua orang ditetapkan tersangka, yakni politisi Partai Golkar ZD dan anaknya, DP.
ZD juga disangka korupsi pengadaan laboratorium komputer Madrasah Tsanawiyah pada Direktorat Jenderal Pendidikan Islam tahun anggaran 2011. Nilai suap dalam ketiga proyek itu disebut mencapai lebih dari Rp 4 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.