Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partai Politik Harus Terbuka

Kompas.com - 26/06/2012, 02:34 WIB

Jakarta, Kompas - Partai politik harus terbuka untuk mengakomodasi tokoh bangsa sebagai calon pemimpin nasional. Bangsa kita membutuhkan calon pemimpin yang tegas, jujur, dan memiliki rekam jejak yang baik. Jika parpol menutup diri dan bersifat oligarki, kehidupan demokrasi, berbangsa, dan bernegara terancam hancur.

”Partai politik tidak boleh dikangkangi oleh elite partai. Partai politik harus terbuka mengakomodasikan calon pemimpin nasional yang jujur, tegas, dan memiliki rekam jejak yang baik,” kata pengamat politik J Kristiadi, di Jakarta, Senin (25/6).

Kristiadi menilai, masih ada tokoh-tokoh nasional yang masih dapat diharapkan untuk memimpin bangsa. Misalnya, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD atau mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Pengamat politik Mochtar Pabottingi juga menilai, kedua tokoh tersebut bisa diharapkan menjadi pemimpin. Saat kondisi bangsa semakin memprihatinkan, Mahfud dan Kalla bisa menjadi figur yang berpihak pada bangsa, tegas, serta tidak takut. Selanjutnya, perlu ada celah-celah yang memungkinkan calon-calon pemimpin nasional yang berintegritas untuk bisa ikut dalam pemilu presiden.

Kristiadi mengatakan, pemimpin dapat muncul atau lahir karena bakat, potensi, dan karakter yang bagus seperti Bung Karno dan Gus Dur. Selain itu, pemimpin juga dapat muncul karena dibentuk oleh situasi atau lingkungan. ”Pemimpin itu juga produk masyarakat,” katanya.

Oleh karena itu, perlu dibangun sistem yang baik agar muncul calon-calon pemimpin yang berkarakter. Parpol harus benar-benar ditata karena saat ini parpol tidak lagi memiliki ideologi dan nilai-nilai. Praktik korupsi di kalangan politisi pun semakin masif.

”Parpol itu produsen penguasa. Kalau tidak ada nilai-nilai yang diperjuangkan parpol, yang muncul adalah penguasa-penguasa yang digerakkan oleh naluri nonmanusia,” tutur Kristiadi.

Formalitas

Menurut peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsuddin Haris, ideologi pada parpol hanya formalitas, yakni untuk memenuhi ketentuan Undang-Undang Parpol. Kenyataannya ideologi itu tidak pernah diperjuangkan secara konsisten dan sungguh-sungguh dalam proses perumusan kebijakan. Ideologi akhirnya hanya menjadi dokumen tertulis. Akibatnya, perilaku politisi pragmatis dan oportunistik.

”Ketika parpol tidak didasarkan pada ideologi, maka selama itu pula pragmatisme akan tetap mengendap, dan satu-satunya orientasi adalah uang dan kedudukan. Ideologi seharusnya mendasari sikap dan perilaku politisi. Tanpa ideologi, hanya oportunisme yang mengedepan,” kata Syamsuddin.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com