JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan, publik tak perlu lagi mencari-cari kesalahan keberadaan wakil menteri yang telah menjadi kebijakan Presiden. Apalagi, Presiden baru saja melantik Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang baru, Rudi Rubiandini.
Mahfud meminta agar persoalan ini tidak diperdebatkan lagi karena hanya akan menimbulkan masalah berlarut-larut. Ia menilai penunjukkan wamen merupakan hak prerogatif seorang presiden.
"Mari kita dewasa bernegara demi kebaikan bersama. Jangan selalu mencari, ini sudah selesai. Wamen itu adalah pejabat politik berdasarkan kewenangan atau hak prerogratif presiden," kata Mahfud di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (14/6/2012).
Menurut Mahfud, putusan MK mengenai posisi wamen saat itu sebenarnya telah memperkuat wewenang presiden untuk mengangkat atau tidak mengangkat wamen tanpa dibatasi oleh hukum kepegawaian. Dalam hal ini mengenai catatan karier seorang wamen. "Sudah aman soal itu, kecuali kalau orang mau cari-cari terus. Enggak akan habis. Kita ini bernegara hanya cari-cari kesalahan," ujarnya.
Jabatan wakil menteri ini dipersoalkan oleh Ketua Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GN PK) Pusat Adi Warman dan Sekretaris GN PK Pusat TB Imamudin. Mereka menguji Pasal 10 dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang memberi kewenangan kepada Presiden untuk mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu. Mereka menilai pasal itu bertentangan dengan Pasal 17 pada Undang-Undang Dasar 1945. Konstitusi tidak menyebut mengenai posisi wakil menteri.
Pemohon beranggapan bahwa posisi wakil menteri ini diindikasikan sebagai politisasi pegawai negeri sipil dengan modus operandi membagi-bagi jabatan wakil menteri dalam kalangan dan lingkungan presiden serta kroni-kroni presiden. Baik pemohon maupun pemerintah telah mencoba meyakinkan posisi masing-masing.
Pada sidang putusan gugatan masalah tersebut, MK menyatakan bahwa Pasal 10 dalam UU Nomor 39 Tahun 2008, yang mengatur pengangkatan jabatan wakil menteri oleh presiden, tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mengandung persoalan konstitusional. Putusan itu disampaikan hakim konstitusi Ahmad Sodiki saat membacakan pertimbangan putusan MK di Jakarta, Selasa (5/6/2012) pekan lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.