Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan Nunun Dinilai Mengecewakan

Kompas.com - 09/05/2012, 19:53 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta atas perkara suap cek perjalanan dengan terdakwa Nunun Nurbaeti dinilai mengecewakan. Lama hukuman dua tahun enam bulan untuk Nunun dinilai masih jauh dari hukuman maksimal dalam pasal yang didakwakan kepada Nunun.

Penilaian itu disampaikan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) bidang hukum, Donal Fariz saat dihubungi, Rabu (9/5/2012). "Jika dibandingkan dengan rata-rata hukuman penerima suap cek pelawat yang hanya satu tahun lima bulan, hukuman untuk Nunun ini lebih tinggi. Namun, dibandingkan dengan ancaman maksimal Pasal 5 yang lima tahun dan tuntutan jaksa penuntut umum empat tahun, vonis 2,5 tahun memang mengecewakan," katanya.

Dalam amar putusannya, majelis hakim Tipikor menyatakan Nunun terbukti melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan Pasal 5 Ayat 1 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dakwaan pertama. Pasal tersebut memuat hukuman maksimal lima tahun penjara. Sementara hakim memutuskan Nunun dihukum dua tahun enam bulan penjara ditambah denda Rp 150 juta yang dapat diganti tiga bulan kurungan.

Menurut Donal, seharusnya hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan hukuman Nunun seperti status Nunun yang pernah menjadi buronan kepolisian internasional. Seperti diketahui, Nunun buron selama kurang lebih delapan bukan saat proses penyidikan di KPK.

Istri mantan Wakil Kepala Polri, Komjen (Purn) Adang Darajatun itu tertangkap di Bangkok, Thailand, Desember 2011 lalu. Status buronnya Nunun ini tidak menjadi pertimbangan hakim karena memang tidak dipertimbangkan tim jaksa penuntut umum KPK dalam menyusun surat tuntutan.

Selain itu, Donal menilai putusan majelis hakim Tipikor atas Nunun ini belum mampu menguak siapa penyandang dana di balik pembelian 480 lembar cek perjalanan yang menjadi alat suap dalam kasus tersebut. Ke depannya, Donal berharap KPK bekerja keras dan independen dalam mengungkap si penyandang dana itu.

"Kerja KPK yang extraordinary (luar biasa) sangat dibutuhkan. Kita berharap KPK dan penyidik-penyidiknya benar independen ketika akan menjerat penyandang dana," ujar Donal.

Putusan majelis hakim Tipikor atas perkara Nunun tersebut memang belum mengungkap siapa penyandang dana di balik pembelian cek perjalanan. Selama persidangan, tidak ada saksi yang mengungkapkan hal tersebut.

Demikian juga dengan Nunun. Saat diperiksa sebagai terdakwa, Nunun mengaku tidak tahu sumber cek perjalanan yang menjadi alat suap dalam kasusnya. Majelis hakim pun menyimpulkan kalau cek perjalanan itu berasal dari Nunun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

    ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

    Nasional
    Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

    Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

    Nasional
    PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

    PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

    Nasional
    Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

    Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

    Nasional
    Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

    Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

    Nasional
    Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

    Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

    Nasional
    Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

    Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

    Nasional
    Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

    Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

    Nasional
    Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

    Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

    Nasional
    Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

    Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

    Nasional
    KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

    KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

    Nasional
    PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

    PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

    Nasional
    Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

    Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

    Nasional
    Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

    Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

    Nasional
    Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

    Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com