Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Justice Collaborator" Membuat Penegak Hukum Jadi Pasif

Kompas.com - 04/05/2012, 13:29 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tawaran justice collaborator kepada para tersangka kasus korupsi dinilai akan membuat penegak hukum, salah satunya Komisi Pemberantasan Korupsi, menjadi pasif dalam mengungkap kasus korupsi. Semestinya, aparat penegak hukum harus membongkar tanpa berharap pada keterangan tersangka.

"Kalau kita kasih justice collaborator, penegak hukum tidak bekerja. Kita gaji, kita kasih kewenangan yang besar agar mau membongkar kasus korupsi yang berkaitan dengan parpol, penguasa," kata Hifdzil Alim, peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi UGM saat diskusi di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (4/5/2012).

Hifdzil menilai, pemberian justice collaborator sama halnya dengan kewenangan pembuktian terbalik saat mengusut harta kekayaan seseorang. Aparat penegak hukum hanya meminta pemilik harta untuk menjelaskan asal usul harta tanpa menelusuri ada atau tidaknya tindak pidana terkait harta itu.

Selain itu, lanjut Hifdzil, justice collaborator dapat membuat perselisihan antar lembaga. Misalnya, aparat penegak hukum menilai seorang tersangka layak mendapat keringanan hukuman setelah mau berkerjasama dalam mengungkap suatu kasus.

Namun, masalah akan muncul jika majelis hakim menganggap peran tersangka itu sangat besar sehingga dijatuhkan vonis lebih tinggi dari tuntutan jaksa. "Akan terjadi benturan antar lembaga," kata dia.

Menurut Hifdzil, tawaran justice collaborator bisa dimaknakan bahwa aparat penegak hukum frustrasi dalam mengungkap kasus atau telah terkontaminasi kepentingan politik. Pasalnya, ada keringan hukuman untuk tersangka.

Maka, lanjutnya, sebaiknya justice collaborator jalan terakhir. Sebaiknya, kata dia, perlu didorong memperkuat kerjasama antara KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan dalam mengungkap kasus besar.

Kontraproduktif

Budiarto Sambazy, wartawan senior Harian Kompas menilai, tawaran justice collaborator kontraproduktif lantaran memberi peluang bagi koruptor untuk dihukum ringan. Padahal, Indonesia saat ini dalam posisi perang terhadap korupsi dengan menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi.

Menurut Budiarto, justice collaborator sebaiknya digunakan dalam penanganan kasus narkotika yang melibatkan banyak pihak dan sulit dibongkar. Adapun kasus korupsi, kata dia, sebenarnya mudah dibongkar asalkan adanya kemauan.

"Menurut saya, yang bisa pakai justice collaborator yah kasus narkoba. Korupsi sebenarnya bisa amat mudah dibuktikan. Yang penting kerjasama antar penegak hukum, jangan sampai ada tumpang tindih," kata dia.

Abdul Haris Semendawai Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban menilai justice collaborator tetap diperlukan jika melihat pengalaman pemberantasan korupsi. Selama ini, kata dia, korupsi dilakukan secara sistematis dan hanya diketahui oleh segelintir pihak. Bahkan, lembaga seperti Badan Pemeriksa Keuangan terkadang tak dapat mendeteksi.

Kasus itu baru bisa ditangani ketika ada pengungkapan oleh pihak yang terlibat. "Kalau dia enggak mau bicara, terputus. Ketika dia mau bicara, proteksi apa yang bisa diberikan ke dia? Kalau dia dihukum berat, disamakan dengan yang lain, lebih baik saya engga mau ngomong," kata Abdul.

Wacana justice collaborator dikemukakan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjajanto menyusul ditahannya Angelina Sondakh, tersangka kasus Wisma Atlet dan Hambalang. KPK menawari Angelina Sondakh atau biasa disebut Angie sebagai justice collaborator alias pelaku kejahatan yang mau bekerja sama. Syaratnya, mantan Puteri Indonesia tersebut mau mengungkapkan keterlibatan semua pihak dalam kasus dugaan korupsi yang menjeratnya.

 Bambang mengatakan, KPK konsisten memberikan hadiah kepada mereka yang mau bekerja sama mengungkap kasus korupsi, termasuk Angelina.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Nasional
Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Nasional
Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Nasional
Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com