Jakarta, Kompas -
Harapan itu disampaikan Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (Sekjen PPP) Romahurmuziy di Jakarta, Selasa (3/4). Sebagaimana diberitakan, Partai Demokrat mendesak Presiden Yudhoyono untuk mengevaluasi keberadaan PKS dalam koalisi pendukung pemerintah bersama Partai Demokrat, Partai Golkar, PAN, dan PPP. Partai itu dianggap menyalahi kontrak akibat berseberangan dengan kebijakan koalisi saat Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pekan lalu.
Selasa malam di Cikeas, Yudhoyono bertemu partai politik anggota koalisi, tetapi minus PKS. Pertemuan itu berlangsung sejak pukul 20.00 hingga pukul 22.30. Menurut Sekretaris Setgab Koalisi Pendukung Pemerintah Syarief Hasan, semua anggota koalisi sepakat bahwa PKS melanggar kontrak koalisi.
Menurut Romahurmuziy, saat mengambil jalan beda dengan koalisi, PKS semestinya memperhitungkan konsekuensinya, termasuk tidak lagi berada dalam Kabinet Indonesia Bersatu II.
Meski demikian, PPP tidak dalam posisi mendorong atau menahan keberadaan PKS dalam koalisi. Setiap partai punya kemandirian bersikap, tentu dengan konsekuensinya.
PPP akan meminta ketegasan Yudhoyono tentang ukuran-ukuran nyata dalam kontrak koalisi. Jika prinsip, semua anggota koalisi harus sejalan. Kalau tak prinsip, silakan dengan pilihan masing-masing.
”Kalau soal kebijakan menaikkan harga BBM itu termasuk hal prinsip, semestinya ada hukuman bagi PKS. Kalau tidak, kita bisa punya ukuran-ukuran sendiri,” katanya.
Namun, pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI),
”Presiden Yudhoyono justru harus berterima kasih kepada PKS karena partai itu mendorong pemerintah untuk mendekati aspirasi rakyat, yaitu tidak menaikkan harga BBM. Sementara partai-partai lain justru menjerumuskannya untuk menjauhi kehendak rakyat,” katanya.
Keputusan mengenai PKS, ujar anggota Dewan Kehormatan Partai Demokrat, Jero Wacik, tergantung aspirasi dari partai politik lain yang menjadi anggota koalisi. Keputusan Yudhoyono tetap memperhatikan aspirasi dari anggota koalisi itu.
Wakil Sekretaris Jenderal DPP PKS Mahfudz Siddiq menegaskan, masalah utama adalah rencana kenaikan harga BBM. Soal akan dikeluarkan dari koalisi, PKS sudah mempertimbangkan risikonya. PKS siap menerima keputusan apa pun yang diambil koalisi.