JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, mengecam keterlibatan Tentara Nasional Indonesia untuk mengatasi unjuk rasa menentang rencana pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak bersubsidi.
Kebijakan pelibatan TNI itu ilegal dan melanggar Undang-Undang 34 tahun 2004 tentang TNI karena tidak dikonsultasikan lebih dahulu dengan DPR.
"Biarkan Polri melaksanakan tugas dan kewenangannya sesuai UU Polri, untuk menjaga aksi unjuk rasa terkait rencana kenaikan harga BBM. Belum saatnya. TNI dilibatkan karena unjuk rasa yang terjadi masih dalam ukuran wajar untuk sebuah negara demokrasi," harap Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Achmad Basarah, Kamis (22/3) di Jakarta.
Basarah menuturkan, pemerintah harus mengedepankan pendekatan persuasif dalam menghadapi berbagai unjuk rasa yang menolak rencana kenaikan harga BBM. Pemerintah, terutama harus dapat meyakinkan rakyat bahwa pilihan menaikan harga BBM adalah betul-betul untuk kepentingan rakyat dan bukan karena motif politik seperti untuk menaikan citra pemerintah dan Partai Demokrat.
Jika pemerintah bermaksud menggunakan TNI untuk menghadapi unjuk rasa menolak BBM, lanjut Basarah, terlebih dahulu harus mendapat persetujuan dari DPR. Hal itu terjadi karena pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI menyebutkan, tugas TNI untuk melakukan operasi militer selain perang seperti membantu Polri dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat, harus berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.
"Dalam penjelasan pasal 5 UU TNI disebutkan bahwa yang dimaksud berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara adalah kebijakan politik Pemerintah bersama-sama DPR yang dirumuskan melalui mekanisme hubungan kerja antara Pemerintah dan DPR dalam rapat konsultasi dan rapat kerja sesuai peraturan perundang-undangan," papar Basarah.
Dengan demikian, tutur Basarah, pelibatan TNI untuk menghadapi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM, adalah berlawanan dengan hukum dan ilegal karena selama ini belum pernah dikonsultasikan dan mendapat persetujuan dari DPR.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.