Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi I Didesak Awasi Pengadaan 6 Sukhoi

Kompas.com - 15/03/2012, 17:40 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat diminta melakukan pengawasan ketat serta audit tata cara pengadaan alutsista enam pesawat tempur Sukhoi SU-30 MK2 milik Rusia oleh pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Pertahanan. Pasalnya, pengadaan pesawat itu dinilai banyak kejanggalan.

Desakan itu disampaikan para aktivis dari Indonesian Corruption Watch, Kontras, Imparsial, Elsam, dan Human Right Working Grup ketika mengadukan hasil penelusuran mengenai pengadaan sukhoi ke Komisi I DPR, Jakarta, Kamis (15/3/2012). Pengaduan mereka diterima Wakil Ketua Komisi I TB Hasanuddin dan beberapa anggota Komisi I.

Para aktivis itu meminta Komisi I menanyakan kepada pemerintah perihal indikasi permainan harga, skema kredit, dan keterlibatan pihak ketiga dalam belanja pesawat tersebut. "Pencairan uang muka ditunda hingga hasil pengawasan dan audit tata cara pengadaan alutsista dengan dana fasilitas kredit ekspor oleh Komisi Pemberantasan Korupsi tuntas," kata Wakil Koordinator ICW Adnan Topan Husodo.

Adnan menjelaskan, pihaknya mempertanyakan penggunaan dana dalam pengadaan Sukhoi yang bersumber dari kredit komersial. Menurutnya, sudah ada perjanjian kredit negara antara pemerintah Rusia dengan Indonesia pada tahun 2006. Dalam perjanjian itu, Rusia menyediakan kredit senilai 1 miliar dollar AS untuk pembelian alutsista Indonesia.

Konsekuensi dari kredit komersial itu, kata Adnan, jangka waktu pengembalian relatif pendek, yakni 2-5 tahun. Belum lagi tambahan berbagai biaya bank dan bunga pinjaman yang tinggi berdasarkan suku bunga pasar. Sebaliknya, jika menggunakan fasilitas kredit pemerintah Rusia, jangka pengembalian dapat mencapai 15 tahun dengan bunga pinjaman yang lebih rendah, yakni sekitar 5 persen.

"Keuntungan lainnya, dengan menggunakan kredit pemerintah Rusia, skema kerja samanya G to G (antarpemerintah) sehingga tidak perlu ada pelibatan pihak ketiga atau agen," kata Adnan. Pelibatan pihak ketiga itu akan menambah biaya 15-20 persen dari total pengadaan.

Berdasarkan penjelasan Kemenhan, harga satu unit pesawat Sukhoi SU 30 MK2 sebesar 54,8 juta dollar AS. Dengan demikian, total harga 6 unit Sukhoi sebesar 328,8 juta dollar AS. Adapun alokasi anggaran yang disetujui DPR senilai 470 juta dollar AS. Dengan demikian, masih ada selisih anggaran sebesar 141 ,2 juta dollar AS.

Jika mengacu pada penjelasan pemerintah, sisa anggaran itu digunakan untuk membeli 12 mesin dan pelatihan 10 pilot. Adnan mengatakan, jika menghitung berdasarkan harga umum mesin seharga 6 juta dollar AS per unit, maka total untuk kebutuhan 12 mesin mencapai 72 juta dollar AS. Adapun asumsi total anggaran untuk pelatihan 10 pilot mencapai 12,5 juta dollar AS. Dengan demikian, masih ada selisih harga sebesar 56,7 juta dollar AS yang belum dapat dijelaskan pemerintah.

Koordinator Kontras Haris Azhar meminta pemerintah secara terbuka menjelaskan proses pengadaan Sukhoi. Menurut dia, pembelian pesawat Sukhoi bukan rahasia negara. Lagi pula, data-data mengenai pesawat hingga harga sudah terpublikasi, termasuk harga yang dibeli negara lain. "Strategi menggunakan pesawat itu yang tertutup," kata Haris.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com