Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kunker DPR ke Australia dan Perancis Kurang Tepat

Kompas.com - 10/03/2012, 16:13 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kunjungan kerja Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat ke Australia dan Perancis dalam rangka mengkaji Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dinilai tidak tepat. Menurut dosen Hukum Politik Universitas Indonesia, Ganjar Laksmana, kedua negara tersebut kurang pas menjadi contoh pemberantasan tindak pidana korupsi jika melihat kondisi Indonesia saat ini.

Australia dan Perancis, menurut Ganjar, sudah fokus pada pencegahan korupsi. Sementara Indonesia masih butuh penindakan di samping pencegahan. "Yang seimbang dong, jangan ke negara-negara yang pemberantasan korupsinya sudah fokus ke pencegahan," kata Ganjar di Jakarta, Sabtu (10/3/2012).

Kedua negara tersebut, lanjut Ganjar, sudah berfokus pada pencegahan karena dulunya mereka tegas melakukan penindakan terhadap korupsi. "Kenapa mereka sekarang ke pencegahan karena dulunya sudah keras," ucap Ganjar.

Jika Komisi III DPR melakukan kunjungan kerja ke kedua negara tersebut, patut diduga ada agenda tersembunyi untuk melemahkan KPK dengan menghapus fungsi penindakan KPK.

Menanggapi pendapat tersebut, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, Deding Ishak, menganggap hal tersebut sebagai masukan. Menurut Deding, fungsi pencegahan korupsi tidak kalah penting dibanding penindakan. "Karena soal pelaku korupsi ini berkaitan dengan sistem, ada niat ada kesempatan," tutur Deding.

Deding memastikan, kunjungan kerja Komisi III ke Austalia dan Perancis kali ini akan membawa manfaat. Seperti diketahui, DPR melalui Komisi III berencana merombak UU KPK dengan mengacu ke negara lain. Sebanyak 10 anggota Komisi III yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin telah bertolak ke Perancis pada akhir pekan lalu. Rencananya, rombongan kedua berjumlah 10 orang yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III Tjatur Sapto Edy akan ke China atau Australia pada April 2012.

Ketua Komisi III DPR Benny K Harman mengatakan, kunjungan kerja tersebut bertujuan mencari masukan seperti apa tugas komisi independen. Bisakah KPK mengumumkan tersangka atau saksi ke media dan apakah berita acara pemeriksaan dapat diumumkan? Mengenai bagaimana perlindungan terhadap hak-hak keluarga tersangka juga jadi harapan DPR.

Komisi III DPR ingin mengadopsi standar internasional dalam pemberantasan korupsi. Dalam hukum internasional, korupsi disebut sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Adapun Indonesia menamakan korupsi sebagai kejahatan luar biasa. Selain itu, setidaknya ada 10 isu krusial yang akan dibahas untuk merevisi UU KPK ini, antara lain soal penyadapan dan pelarangan penghentian penyidikan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com