JAKARTA, KOMPAS.com — Ajib Hamdani (AH) membantah tudingan bahwa dia memiliki rekening gendut sebesar Rp 17 miliar. Mantan pegawai Ditjen Pajak tersebut lantas membeberkan dari mana saja uang sebesar itu pernah berputar di rekening miliknya.
Saat ini, Mabes Polri tengah menyelidiki rekening gendut milik Ajib Hamdani tersebut. Berikut penjelasan Ajib terkait rekening tersebut melalui blognya, http://ajib.diamondgroup.co.id/ yang ditulisnya pada 3 Maret 2012.
Ada sebuah informasi yang sangat menarik dan “sedap” untuk didengar, dibumbu-bumbui, dipersepsikan, digosipkan, dan seterusnya, sehingga menjadi siklus gosip yang menarik. Yaitu Ajib Hamdani mempunyai rekening sebesar 17 miliar. Apalagi, isunya lagi, informasi tersebut dari PPATK.
Wow, sebuah angka yang sangat fantastis, dan akan menjadi santapan pembuat gosip.
Awalnya, Ajib juga bingung, kok bisa-bisanya muncul angka 17 miliar. Ternyata, dan ini sangat penting untuk digarisbawahi, angka 17 miliar tersebut adalah angka perputaran uang dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2009 (2010). Istilahnya Gross In-Gross Out.
Tetapi, bagaimanapun, itu masih menimbulkan pertanyaan, masa PNS bisa mempunyai perputaran uang sebesar itu.
Ya, memang bisa. Setelah lulus dari DIII Penilai/PBB pada tahun 2002, Ajib penempatan pada awal tahun 2004. Selama 1,5 tahun, Ajib Hamdani dan seluruh angkatan Penilai/PBB lulusan 2002 statusnya magang. Nah, selama magang ini, Ajib dan 47 orang lainnya, menerima gaji secara cash dari kantor pusat pajak. Untuk mengambil gaji tunai tersebut, ditunjuklah koordinator angkatan oleh intern lulusan. Termasuk jurusan-jurusan yang lain juga melakukan hal sama.
Untuk lulusan Penilai/PBB, ditunjuklah secara aklamasi, (bukan urut ganteng loh:), Ajib Hamdani. Jadi Ajib bertanggung jawab mengambil uang secara tunai di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berupa gaji, tunjangan, IPK, Gaji ke-13, SPPD, dll.
Uang ini kemudian dimasukkan ke rekening atas nama Ajib pribadi dulu. Kemudian, Ajib mengambil tunai, sebagian untuk dimasukkan ke rekening istri, Ratna Sari (yang kebetulan waktu itu juga masih pegawai pajak), baru kemudian didistribusikan secara manual melalu transfer ATM.
Kenapa harus sebagian lewat rekening istri? Jawabannya sederhana, untuk memperbanyak saldo limit transfer harian. Jadi, bisa dibayangkan, untuk satu jenis transaksi tersebut, jumlah uang yang riil berputar sebenarnya hanya sebagian.
Contoh illustrasi: uang dimasukkan cash Rp 100.000.000,- (seratus juta), kemudian diambil tunai Rp 50.000.000,- (lima puluh juta), dimasukkan ke rekening istri, maka total Gross In-Gross Out untuk jenis transaksi ini akan terakumulasi. Akumulasi nilai yang dilihat adalah rekening Ajib Hamdani dan istri. Bisa dibayangkan, dalam waktu 1,5 tahun, berapa nilai Gross In-Gross Out. Belum penghitungan untuk IPK, SPPD, dll.
Kemudian pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2007, semasa Ajib Hamdani dan 39 teman-temannya melaksanakan sekolah dinas di Universitas Diponegoro (Undip), kebijakan gaji, tunjangan, IPK, SPPD, dll kembali dengan sistem mengambil tunai di Kantor Pusat DJP.
Untuk masa 2 (dua) tahun itu, kembali Ajib diberi amanah sebagai koordinator. Kembali ke rutinitas sebelumnya, ambil uang tunai, setor ke rekening pribadi, sebagian ke rekening istri, transfer ke seluruh penerima yang berhak, dan seterusnya.
Setelah tahun 2007, penempatan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kelapa Gading, Ajib sudah memulai sebagian bisnisnya, yang bergerak di bidang industri.
Dimulai mendapatkan purchase order (PO) dari WIKA Intrade untuk memproduksi regulator tabung gas di Cileungsi. Berhubung belum ada rekening perusahaan, maka pembayaran invoice dan perputaran uang, memakai rekening pribadi (untuk bagian ini akan dijabarkan lebih lanjut di bagian bisnis).
Dengan adanya pemakaian rekening untuk begitu banyak kegiatan, perputaran angka sebesar 17 miliar akan menjadi sangat logis.
Kalau untuk saldo, maaf, jangan ditanya. Dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2011, sepertinya saldo masing-masing rekening di akhir bulan, jarang di atas Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah). Maklum uangnya untuk diputar lagi di bisnis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.