Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merevisi UU Penyiaran

Kompas.com - 07/03/2012, 02:06 WIB

Pilihan dengan 0 sengketa: DPR dan pemerintah merevisi UU Penyiaran dengan merumuskan semua regulasi penyiaran dan mengakomodasinya di dalam UU Penyiaran. Tujuh PP yang berlaku sekarang dapat digunakan sebagai draf untuk dibahas di DPR dengan partisipasi ATVSI, PRSSNI, ATVLI, PWI, AJI, IJTI, KPI, Dewan Pers, dan pemangku kepentingan lainnya.

Dengan meniru model seperti itu, UU Penyiaran Australia yang tebalnya 561 halaman di satu sisi mengakomodasi demokratisasi penyiaran, demokratisasi ekonomi, dan prinsip ekonomi media. Di sisi lain UU itu bebas dari sengketa kewenangan.

Desain mengenai KPI

Usul kedua, KPI diberi wewenang menjadi penegak Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Negarawan Inggris, Lord Acton, mengatakan, power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely. Merujuk pada kalimat terkenal itu, memberi kekuasaan kepada KPI sebagai regulator, eksekutor, dan penegak hukum sekaligus berarti menjerumuskan KPI ke pintu gerbang korupsi. Oleh karena itu, desain KPI berikut patut dipertimbangkan.

Pertama, KPI tidak diberi kekuasaan membuat regulasi penyiaran karena sudah dibuat oleh DPR. Kedua, KPI tidak membuat P3SPS, tetapi memfasilitasi organisasi penyiaran dan pers—seperti ATVSI, PRSSNI, ATVLI, PWI, AJI, IJTI, KPI, dan Dewan Pers serta pemangku kepentingan lainnya—dalam penyusunannya. Hasilnya ditetapkan KPI.

Ketiga, selanjutnya KPI mengawasi pelaksanaan P3SPS itu, memberi pertimbangan, dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus yang diadukan. Terkait produk jurnalistik, diselesaikan dengan berpedoman pada UU No 40/1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Penilaian akhir atas pelanggaran Kode Etik Jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Terkait content nonproduk jurnalistik, KPI memedomani UU Penyiaran dan P3SPS.

Keempat, KPI cukup satu dan berdomisili di Jakarta. Di daerah dibentuk perwakilan atau komisariat KPI yang bertanggung jawab kepada KPI Jakarta. Amerika Serikat yang federal punya satu ”KPI” belaka.

Kelima, seleksi calon komisioner KPI dilakukan panitia seleksi yang profesional. Hasilnya dikirim kepada DPR bukan untuk fit and proper test karena yang melakukannya adalah panitia seleksi. DPR, sesuai dengan hak konstitusionalnya, berfungsi mengawasi, mendeteksi, dan menilai apakah terhadap calon didapat fakta cacat hukum yang mengugurkan calon itu.

Keenam, anggota KPI ada dari unsur pemerintah, unsur wartawan, dan unsur industri penyiaran.

Regulasi penyelenggaraan penyiaran yang dibuat DPR dan pemerintah pasti lebih demokratis dan sesuai dengan kepentingan bangsa daripada pembuatannya dipercayakan hanya kepada pemerintah atau KPI. UU Penyiaran yang memuat regulasi penyiaran itu akan lebih menciptakan kepastian hukum dan membebaskan penyelenggaraan penyiaran dari sengketa kewenangan.

Membebaskan KPI dari multi-kewenangan bertujuan agar lembaga itu fokus jadi penegak P3SPS, mengawasi pelaksanaannya, memberi pertimbangan, dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus terkait content penyiaran nonjurnalistik.

Menyangkut kasus lain diselesaikan dengan menganut peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Penyelesaian pelanggaran jurnalisme penyiaran menjadi kewenangan Dewan Pers. Isi siaran nonjurnalistik yang bersifat fitnah, bohong, dan atau cabul serta dugaan jual beli frekuensi penyiaran diproses di jalur hukum. Penyelesaian dugaan praktik monopoli diajukan kepada KPPU.

Sabam Leo Batubara Pemerhati Penyiaran

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com