JAKARTA, KOMPAS.com — Putusan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang memiskinkan terdakwa Gayus Halomoan Tambunan, mantan pegawai pajak, diapresiasi. Langkah majelis hakim itu diharapkan juga diikuti oleh hakim lainnya sebagai langkah pemberantasan korupsi. Hal itu dikatakan Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Nasir Djamil dan Anggota Komisi III Achmad Basarah secara terpisah di Jakarta, Jumat (2/3/2012).
Keduanya menyikapi putusan majelis hakim merampas seluruh harta Gayus yang tak dapat dibuktikan keabsahannya. Selain itu, menghukum penjara selama 6 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider empat bulan kurungan. Gayus dinyatakan terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang saat berstatus sebagai pegawai pajak.
Majelis hakim yang dipimpin Suhartoyo dan beranggotakan Ugo, Pangeran Napitupulu, Sudjatmiko, dan Anwar memutuskan merampas harta Gayus senilai Rp 74 miliar di berbagai rekening dan deposito.
Majelis hakim juga memerintahkan agar aset Gayus berupa mobil Honda Jazz; Ford Everest; rumah di Gading Park View, Kelapa Gading, Jakarta Utara; dan 31 batang emas masing-masing 100 gram, disita untuk negara.
Basarah mengatakan, putusan itu diharapkan dapat memberi efek jera bagi pegawai negeri sipil lain agar tidak mencoba menyimpang dalam menjalankan tugas sebagai aparat birokrasi.
Nasir mengatakan, selama ini koruptor kerap menimbun harta sebanyak-banyaknya agar jika terjerat nantinya masih bisa menikmati setelah menjalani hukuman.
"Tidak jarang uang hasil korupsi yang disimpan itu untuk menyuap penegak hukum dan hakim," kata Nasir.
"Keputusan hakim yang menyita harta koruptor yang tidak bisa dipertanggungjawabkan bisa menjadi model bagi hakim lain di seluruh Indonesia," tambah politisi Partai Keadilan Sejahtera itu.
Basarah menambahkan, ke depannya publik perlu memantau penanganan kasus mantan pegawai Ditjen Pajak, Dhana Widyatmika Merthana, di Kejaksaan Agung.
"Sudah saatnya aparat hukum membongkar mafia pajak sampai keakar-akarnya karena kejahatan di lingkungan perpajakan masih terus berlangsung secara sistemik dan merugikan keuangan negara triliunan rupiah," papar politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.