”Selama ini anak saya juga tidak pernah mengeluh soal AMN. Kalau soal nakal, ya, biasa nakalnya anak-anak, misalnya suka main sampai sore,” katanya.
Di lingkungan rumah kontrakan di Gang Buntu, Kecamatan Limo, tempat tinggal AMN bersama keluarga kakaknya, AMN pun dikenal sebagai anak yang santun. Sudah enam bulan ini, AMN yang berasal dari Lampung tinggal bersama keluarga kakaknya itu, sementara ibunya tetap tinggal di Lampung. Ayah AMN telah meninggal.
Menurut psikolog sosial Ratna Juwita, setiap detail kehidupan AMN itu perlu diungkap sehingga diketahui penyebab utama dia melakukan tindakan brutal itu. ”Dari sejumlah survei, tontonan yang mengandung kekerasan menjadi penyebab utama seorang anak melakukan tindakan agresif,” katanya.
Ini pun menjadi menarik, kata Ratna, karena usia AMN masih sangat belia. Namun, di usianya itu, dia sudah berani melakukan kekerasan yang begitu kejam.
Sementara menurut Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait, kasus AMN itu menambah daftar panjang kasus kekerasan yang dilakukan anak. Sebelumnya sudah ada beberapa kasus kekerasan yang dilakukan oleh anak.
”Banyak kasus, di Bekasi, anak usia sekolah menengah pertama mencelurit temannya, di Ciracas (Jakarta Timur) beberapa remaja mengeroyok satu anak hanya karena tersinggung nama kelompoknya dicoret-coret,” katanya.
Oleh karena itu, kata Arist, seluruh elemen masyarakat harus peduli. Untuk itu, keluarga dan orangtua AMN serta masyarakat di sekitarnya juga perlu pendampingan agar mengetahui dan memahami keterlibatan mereka dalam mengawasi dan melindungi anak.