Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gejolak Buruh Terus Berlanjut

Kompas.com - 21/01/2012, 04:24 WIB

Jakarta, Kompas - Gejolak unjuk rasa buruh terkait tarik-menarik penentuan upah masih terjadi di sejumlah kawasan di Bekasi dan Tangerang, Jumat (20/1). Di kawasan Cikarang, Bekasi, kelompok buruh mendatangi setiap pabrik untuk memaksa buruh-buruh bergabung dalam aksi.

Para buruh di sejumlah wilayah itu memaksa masuk ke pabrik-pabrik yang masih beroperasi agar kegiatan dihentikan dan buruh ikut berunjuk rasa. Apabila pintu pagar tidak dibuka, massa buruh itu marah.

Agus, karyawan di sebuah perusahaan di Cikarang, mengatakan, kelompok buruh memaksa masuk ke setiap perusahaan. ”Kalau pintu pagar tidak dibuka, massa akan merusak,” ujarnya.

Hal senada dikatakan Adi, pekerja di kawasan Cikarang. Namun, ajakan kelompok ini tidak serta-merta dituruti para buruh. Sebagian buruh memilih tetap berada di pabrik.

Sementara itu, isu pemblokiran Jalan Tol Jakarta-Cikampek di sekitar Gerbang Tol Cikarang, Jumat, tidak terbukti. Namun, pantauan Kompas di kawasan industri Jababeka I dan Jababeka II, banyak pabrik yang menutup pagar dan memasang spanduk dukungan terhadap aksi buruh.

”Sejauh ini belum ada pemblokiran jalan tol seperti kemarin. Namun, kami tetap memantau,” kata Komandan Koramil Cikarang Kapten (Inf) Budi Wiyono yang ditemui di Jababeka.

Susun format baru

Menanggapi aksi buruh yang terus berlanjut, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar di Jakarta mengatakan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi bersama Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) serta serikat pekerja tengah menyusun format pengupahan baru. Format baru itu akan dituangkan dalam Peraturan Menakertrans tentang Tata Cara Survei Komponen Hidup Layak.

Kesepakatan tata cara survei penting karena hal itu selalu menjadi sumber perselisihan antara pengusaha dan buruh. ”Peraturan menteri itu ditargetkan terbit pada Februari 2012,” tutur Muhaimin.

Teknisnya, Apindo dan serikat pekerja membuat survei sendiri- sendiri untuk menentukan komponen hidup layak tersebut. Sebagai contoh, Apindo dan serikat pekerja belum sepakat soal komponen konvensi minyak tanah ke gas sebagai salah satu faktor hidup layak buruh. ”Kami harapkan cuma ada satu survei hidup layak yang tidak lagi menimbulkan multitafsir,” kata Muhaimin

Hal lain yang juga diusulkan Dewan Pengupahan Nasional adalah soal perlunya pembedaan antara upah minimum untuk usaha kecil dan menengah (UKM) dengan upah minimum untuk usaha besar. Untuk usaha besar, upah minimum cukup diselesaikan secara bipartit karena pengusaha dan pekerja sudah tahu kualitas industrinya. Untuk UKM diselesaikan secara tripartit dengan melibatkan pemerintah. ”Namun, ini masih dalam pembahasan,” ujar Muhaimin.

Ekses produk impor

Secara terpisah, Ketua Majelis Pertimbangan Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia DPW DKI Jakarta Hasan Basri menilai, konflik perburuhan yang terjadi saat ini merupakan ekses dari membanjirnya produk impor yang berharga murah dibandingkan produk lokal. ”Coba saja lihat di Pasar Tanah Abang, Mangga Dua, atau Jatinegara. Barang yang dijual lebih banyak barang impor. Kalau begini caranya, industri dalam negeri pasti mati,” kata Hasan.

Jika organisasi dalam negeri tidak tumbuh, pengusaha juga akan sulit menaikkan upah buruh. Mereka juga tak bisa melakukan pemutusan hubungan kerja karena tidak sanggup membayar pesangon. Ini memicu terjadinya unjuk rasa buruh di sejumlah tempat.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Kebijakan Moneter, Fiskal, dan Publik Hariyadi Sukamdani mengatakan, kebijakan pemda yang populis seharusnya dibaca secara cermat oleh pemerintah pusat. Negara seharusnya turun tangan.

”Masa ada spanduk yang memicu kekisruhan dunia bisnis dibiarkan saja. Intinya bertuliskan, ’Pilihlah saya kalau UMK mau tinggi.’ Ini, kan, slogan kampanye menyesakkan bagi iklim dunia usaha,” ujar Hariyadi.

(ART/CAS/BUR/OSA/HAM/ONG)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com