Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Ormas dalam Bingkai NKRI

Kompas.com - 17/01/2012, 04:05 WIB

Pascakooptasi negara, keberadaan ormas tampak memasuki dua pola yang kian nyata. Pertama, lepas dari kooptasi negara, sejumlah ormas tampak kian terkooptasi oleh kekuatan elite yang mewarisi Orde Baru. Ketika reformasi berlangsung, sejumlah ormas tampak secara tiba-tiba terbentuk di Jakarta dan menjadi gelombang massa yang hampir ”berbenturan” dengan gerakan mahasiswa dan kelompok demonstran lain.

Kedua, kooptasi dilakukan oleh parpol. Bahkan, tren terakhir, ormas dibentuk sebagai embrio lahirnya partai baru.

Selain arus kooptasi, sejumlah ormas juga jadi aktor perilaku anarkistis, baik terhadap masyarakat maupun ke sejumlah ormas lain. Fenomena ini tak hanya memancing konflik vertikal, tetapi juga mendorong sejumlah potensi konflik horizontal di sejumlah daerah di Indonesia.

Di tengah situasi tersebut, pemerintah dan DPR sedang membahas RUU Ormas untuk menggantikan UU No 8/1985. Langkah ini tepat mengingat pola hubungan dan posisi ormas dengan negara cenderung dilematis.

Pertama, ormas di negeri ini tumbuh dan berkembang dengan entitas yang ambigu dan jauh dari transparansi serta pertanggungjawaban kepada publik. Kedua, regulasi yang baru harus mampu mendorong independensi ormas, baik dari aspek ekonomi maupun politik. Karena itu, arus ketergantungan yang tinggi terhadap anggaran negara ataupun dana internasional serta rendahnya transparansi dan pertanggungjawaban ormas kepada publik sudah saatnya diakhiri.

Regulasi baru harus mampu memberikan kontribusi penting. UU Ormas yang baru harus mampu mengatur ruang lingkup dan definisi ormas secara jelas terkait dengan aspek legal-administratif, termasuk melalui regulasi satu pintu ataupun aspek substantif. Selain itu, definisi ormas juga harus dipertegas, apakah perlu dibedakan dengan LSM atau yayasan, termasuk organisasi amal.

UU Ormas yang baru juga harus memberi payung regulasi terkait dengan mekanisme pemberian sanksi terhadap tindakan anarkistis atau tindakan lain yang merugikan kepentingan publik, yang dilakukan oleh ormas tertentu. Di sini ukurannya tentu tidak lagi didasarkan pada prasangka ideologis yang berbasis nilai-nilai yang bersifat puritan, baik atas nama agama maupun etnis/suku. Akan tetapi, sanksi didasarkan pada indikator yang bersifat universal sebagai wujud penegakan hukum (law enforcement), baik pada level nasional maupun internasional.

Bagaimanapun, keberadaan ormas merupakan elemen penting bagi masa depan NKRI. Bukan tak mungkin ke depan antara ormas dan pemerintah memungkinkan untuk saling bekerja sama dan memberi keuntungan (Lee Wilson, 2011). Kejelasan peran dan posisi pemerintah yang mewakili otoritas negara jelas sangat dibutuhkan untuk tetap menjamin bahwa keberadaan ormas tidak berpotensi merugikan, apalagi membahayakan kenyamanan kehidupan publik.

UMAR SYADAT HASIBUAN Dosen IPDN

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com