Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ada Alasan Lindungi Nurpati

Kompas.com - 04/01/2012, 06:49 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -- Kepolisian didesak segera menetapkan mantan anggota Komisi Pemilihan Umum, Andi Nurpati, sebagai tersangka dalam kasus pemakaian surat palsu Mahkamah Konstitusi. Polisi tak lagi memiliki alasan untuk tidak melakukan hal itu menyusul putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengonfirmasi ada pemalsuan surat.

”Orang yang membuat surat palsu sudah dihukum. Dalam putusan disebut orang yang menggunakannya. Seharusnya ia dikenai sebagai pengguna surat palsu. Tiada alasan untuk tak menetapkan Nurpati sebagai tersangka,” kata Hakim Konstitusi Akil Mochtar, Selasa (3/1), di Jakarta, saat dimintai tanggapan mengenai putusan terkait surat palsu MK.

Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap pun mengatakan, polisi tak punya alasan untuk melindungi Nurpati. Surat palsu MK itu sudah digunakan.

”Jika surat palsu itu tidak dipakai, tindak pidana tidak terjadi dan Masyhuri (Masyhuri Hasan, mantan juru panggil MK) harus bebas. Masyhuri dinyatakan bersalah. Sekarang tinggal mencari penggunanya,” kata Chairuman.

Ditelepon Nurpati

Selasa, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum satu tahun penjara Masyhuri Hasan. Ia dinyatakan terbukti bersalah, yaitu bersama dengan mantan panitera MK Zainal Arifin Hoesein memalsukan surat MK untuk menjawab pertanyaan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang putusan MK Nomor 84/PHPU.C/VII/2009, khususnya Daerah Pemilihan (Dapil) I Sulawesi Selatan. Putusan dijatuhkan majelis hakim yang diketuai Herdi Agusten.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyebutkan, Masyhuri dan Zainal membuat konsep surat jawaban atas pertanyaan KPU pada 14 Agustus 2009. Masyhuri mengetik, Zainal mendikte isi surat yang intinya menyebutkan ada ”penambahan” suara di tiga kabupaten (Gowa, Takalar, dan Jeneponto) Dapil I Sulsel. Kata ”penambahan” itu tak sesuai dengan amar putusan MK dan panitera MK, Pan Mohammad Faiz, sudah mengingatkan, tetapi diabaikan.

Menurut majelis hakim, Masyhuri ditelepon Nurpati dan Nesyawati agar segera mengirimkan jawaban MK itu secepatnya karena akan digunakan dalam rapat pleno pimpinan KPU. Masyhuri mencetak konsep surat itu dan mengirimkannya melalui faksimile ke kantor KPU setelah membubuhi dengan tanda tangan Zainal dengan cara dipindai. Surat yang asli baru dikirimkan pada 17 Agustus 2009, diserahkan kepada staf Nurpati. Konsep surat tertanggal 14 Agustus itu dipakai dalam rapat pleno KPU.

”Saat memimpin rapat, Andi Nurpati membacakan surat nomor 112 tertanggal 14 Agustus 2009 dan bukan membacakan surat tertanggal 17 Agustus 2009. Ini menimbulkan hak Dewie Yasin Limpo menjadi anggota DPR,” kata majelis hakim.

Majelis hakim menambahkan, perbuatan Masyhuri itu menimbulkan kerugian bagi kader Partai Gerakan Indonesia Raya, Mestariyani Habie. Masyhuri banding atas vonis itu. (ana/nwo/dik)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Nasional
Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Nasional
Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Nasional
Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Nasional
Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Nasional
Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Nasional
Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Nasional
Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Nasional
Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Nasional
Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com