Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Kembangkan Kasus Nunun

Kompas.com - 29/12/2011, 04:02 WIB

Jakarta, Kompas - Komisi Pemberantasan Korupsi mengembangkan penyidikan kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia dengan memanggil pegawai Bank Artha Graha, Suparno, untuk diperiksa, Rabu (28/12). Namun, Suparno tidak memenuhi panggilan tersebut.

”Suparno akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka NN (Nunun Nurbaeti) terkait kasus suap pada pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, tetapi tidak datang,” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Priharsa Nugraha.

Pada sidang 26 Maret 2010, dengan terdakwa Dudhie Makmun Murod, saksi Kepala Seksi Travel Check BII Pusat Krisna Pribadi mengatakan, cek diterbitkan BII atas pesanan PT First Mujur Plantation and Industry melalui Bank Artha Graha.

Belum diketahui apa jabatan Suparno di Bank Artha Graha dan perannya terkait kasus pemberian 480 cek perjalanan senilai Rp 24 miliar kepada anggota DPR periode 1999-2004 itu.

”Tidak ada keterangan dari yang bersangkutan mengapa tidak memenuhi panggilan,” ujar Priharsa.

Sehari sebelumnya, KPK telah memeriksa tersangka Nunun Nurbaeti. Seusai diperiksa, Nunun tampak sehat dan menebar senyum. Pemeriksaan Nunun berjalan lancar dan yang bersangkutan, menurut keterangan KPK, bisa menjawab pertanyaan penyidik. Nunun diperiksa selama sekitar empat jam. Ia sempat menjawab ”tidak tahu” saat diberondong dengan sejumlah pertanyaan oleh wartawan.

Nunun ditangkap KPK, Sabtu (10/12), di pesawat Garuda yang akan menerbangkan Nunun dari Bangkok, Thailand, ke Jakarta. Nunun ditangkap kepolisian Thailand, Rabu (7/12) malam, di sebuah rumah berlantai dua yang disewa Nunun di Distrik Suphan Sung, Bangkok.

Nunun menjadi tersangka dalam kasus penyaluran 480 cek perjalanan yang masing-masing senilai Rp 50 juta kepada anggota DPR dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI. Pemilihan itu dimenangi Miranda Swaray Goeltom yang kini berstatus sebagai saksi.

Panda membantah

Sementara itu, politikus PDI-P, Panda Nababan, merasa tidak pernah menerima cek perjalanan. ”Saya sendiri masih kasasi. Putusannya belum mempunyai kekuatan hukum tetap. Beda dengan rekan yang lain,” kata Panda menanggapi berita Kompas (28/12).

Panda dijatuhi vonis penjara satu tahun lima bulan pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, 22 Juni. Panda disidang bersamaan dengan tiga politikus PDI-P lain, yaitu Engelina Pattiasina, Budiningsih, dan M Iqbal.

Majelis hakim yang diketuai Eka Budi Prijanta juga mengharuskan Panda dan kawan-kawan membayar denda masing-masing Rp 50 juta. Jika tak dibayar, denda itu diganti dengan pidana kurungan tiga bulan.

Kasasi ditolak

Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi yang diajukan Panda Nababan, anggota DPR nonaktif. Mahkamah Agung tetap menghukum Panda dengan pidana penjara satu tahun lima bulan dan denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan.

Putusan tersebut dijatuhkan pada Rabu kemarin oleh majelis kasasi yang dipimpin Artidjo Alkostar, dengan hakim anggota Krisna Harahap dan Hamrat Hamid.

Krisna Harahap, ketika dikonfirmasi, mengungkapkan, majelis kasasi menilai putusan judex factie (Pengadilan Tipikor dan Pengadilan Tinggi Tipikor) telah benar dan tidak salah dalam menerapkan hukum. Majelis kasasi juga menilai, keterangan para saksi di Pengadilan Tipikor bersesuaian dan berhubungan satu sama lain.

Panda Nababan, lanjut Krisna, telah diputus bersalah menerima cek perjalanan BII sehubungan dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior BI yang dimenangi Miranda Goeltom. Uang itu diduga melalui Nunun Nurbaeti, yang saat ini dalam tahap pemeriksaan KPK.

Selain Panda, sejumlah anggota DPR yang telah dinyatakan bersalah antara lain Agus Tjondro, Dudhie Makmun Murod, Engelina Pattiasina, M Iqbal, dan Budiningsih. Mereka semua telah dijatuhi hukuman penjara oleh Pengadilan Tipikor. Agus Tjondro bahkan telah bebas.

(RAY/ana)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com