Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korban Mesuji: Pemerintah Bantulah Kami...

Kompas.com - 16/12/2011, 16:51 WIB
Ary Wibowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah korban kasus kekerasan di Kecamatan Mesuji, Sumatera Selatan, dan Kabupaten Mesuji, Lampung meminta agar Pemerintah segera menyelesaikan permasalahan sengketa warga dengan perusahaan perkebunan sawit.

Kekerasan yang terjadi di daerah tersebut dinilai akibat dari pengelolaan bisnis sawit yang tidak jujur dan merugikan masyarakat. Wayan (41), salah satu keluarga korban kekerasan, mengatakan sepanjang 2011, dirinya kerap mengalami intimidasi dari pihak perusahaan. Putra Lampung keturunan Bali itu menilai di daerahnya banyak aparat pemerintah yang tahu dalam kasus itu, namun hingga kini belum ada penyelesaian kasus tersebut.

"Karena itu, Pemerintah bantulah kami. Sekarang rakyat masih hidup dalam pengungsian. Sampai saat ini masyarakat di Mesuji Lampung itu masih tinggal di camp-camp. Pemerintah harus segera menghentikan kegiatan PT Silvia Inhutani dan menarik militer/Brimob dan Pamswakarsa yang sering mengintimidasi kami," ujar Wayan saat melakukan jumpa pers di Kantor Kontras, Jakarta, Jumat (16/12/2011).

Wayan mengaku, kakak kandungnya yang bernama Made Aste telah menjadi korban dari kekerasan aparat keamanan pada 6 November 2011 di daerah Pelita Jaya, Lampung. Aste ditembak saat ingin membebaskannya dari tahanan Polda Lampung.

"Kami hanya ingin meminta keadilan. Tetapi harusnya mereka aparat tidak menggunakan kekerasan, hingga mengakibatkan kakak saya tewas. Warga sering dianggap melakukan tindakan kriminal dan sering dijadikan target kekerasan," kata Wayan.

Sementara itu, Trubus (43), salah satu mantan Pamswakarsa PT Silva Inhutani mengatakan, semenjak November, eskalasi kekerasan di Kabupaten Mesuji, Lampung meningkat. Ia mencotohkan, di daerah Tugu Roda, sekitar 280 rumah masyarakat digusur secara paksa oleh Pamswakarsa yang dibekingi oleh aparat kepolisian.

"Warga di daerah itu kemudian mengungsi ke daerah Moro-moro. Sekitar 3000 jiwa, 700 anak-anak tidak bisa sekolah. Tim terpadu yang terdiri dari polisi dan Pamswakarsa datang malam-malam, dan pagi-pagi sekitar pukul 07.00 pagi mereka langsung melakukan penggusuran itu. Tidak ada pemberitahuan kepada kami terlebih dahulu," ungkap Trubus.

Koordinator KontraS Haris Azhar mengatakan, polisi dan Pamswakarsa memang sering terlibat dalam praktik teror dan kekerasan warga yang menuntut tanahnya dikembalikan pihak perusahaan.

Menurutnya, kekerasan tersebut meningkat setelah pihak perusahaan menolak mengembalikan lahan kepada masyarakat, dalam kurun waktu dua tahun terakhir. "Dan dengan kejadian-kejadian seperti ini, sudah sepantasnya pemerintah segera membantu para korban untuk mendapatkan hak-haknya kembali. Jangan biarkan mereka terus menjadi korban. Harus segera ada solusi dari pemerintah dalam kasus ini," kata Haris.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

    Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

    Nasional
    MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

    MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

    Nasional
    Paradoks Sejarah Bengkulu

    Paradoks Sejarah Bengkulu

    Nasional
    Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

    Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

    Nasional
    Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

    Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

    Nasional
    Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

    Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

    Nasional
    Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

    Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

    Nasional
    Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

    Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

    Nasional
    Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

    Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

    Nasional
    Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

    Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

    Nasional
    Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

    Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

    Nasional
    KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

    KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

    Nasional
    Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

    Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

    Nasional
    Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

    Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

    Nasional
    Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

    Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com