Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlu Perlindungan untuk "Justice Collaborator"

Kompas.com - 10/12/2011, 20:23 WIB
Nina Susilo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Institusi-institusi penegakan hukum secara formal akan menyepakati perlunya perlindungan justice collaborator (pelaku yang bekerja sama). Rencananya, surat keputusan bersama ini ditandatangani pada 14 Desember 2011.

Menurut anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa, perlindungan untuk justice collaborator saat ini sudah ada pada surat edaran Ketua Mahkamah Agung.

"Mudah-mudahan tanggal 14 ini bisa ditandatangani surat keputusan bersama pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Menkum dan HAM, Jaksa Agung, Kepala Polri, serta pimpinan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban tentang perlindungan justice collaborator," tutur Mas Achmad, Sabtu (10/12/2011) di Jakarta.

Pada 14 Desember 2011 akan diselenggarakan pertemuan terkait dua tahun upaya pemberantasan mafia hukum di Istana Bogor. Acara ini diharapkan dihadiri Wakil Presiden Boediono dan pimpinan lembaga penegak hukum.

Diharapkan pula semua pemangku utama penegak hukum ini dapat duduk bersama dan merumuskan peta jalur pemberantasan korupsi dan mafia hukum. Perumusan ini harus benar-benar dapat mengantisipasi penyimpangan di lima wilayah rawan korupsi yang semuanya terdiri atas unsur politik. Kelima wilayah rawan korupsi itu adalah DPR, penegakan hukum, pelayanan publik, pengadaan barang dan jasa, serta pengaturan perizinan, terutama perizinan eksploitasi sumber daya alam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com