JAKARTA, KOMPAS.com — Aktivis prodemokrasi menilai, aksi bakar diri di depan Istana Negara merupakan ekspresi keyakinan dan kemarahan pelaku terhadap pemerintah. Aksi itu juga merupakan simbol atau cermin ketidakpuasan dan kemarahan rakyat terhadap kebijakan pemerintah di segala bidang.
"Pemerintah seharusnya malu dengan kejadian aksi bakar diri itu karena menunjukkan institusi-institusi pemerintah tidak berjalan untuk menyelesaikan persoalan rakyat dengan adil dan benar," kata pendiri Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera), Adian Napitupulu, di Jakarta, Kamis (8/12/2011).
Ada banyak contoh kasus yang menunjukkan ketidakpuasan rakyat, misalnya kasus buruh di Batam atau kasus Freeport, dan berbagai persoalan bangsa yang lain.
Menurut Adian, dengan aksi itu, pelaku tidak memiliki harapan terhadap figur atau institusi pemerintah yang dapat menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Aksi itu dapat memancing proses radikalisasi gerakan demokrasi yang lebih cepat.
Aktivis Petisi 28, Ricky Tamba, menambahkan, gerakan prodemokrasi saat ini juga lemah karena tidak mampu mendorong perlawanan rakyat, termasuk gerakan oposisi, terhadap pemerintah. Gerakan prodemokrasi seharusnya mampu memberi pemaknaan dan mendorong gerakan perlawanan rakyat.
Ketua Umum Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Lamen Hendra menambahkan, tragedi bakar diri yang dilakukan seorang pria di depan Istana merupakan bentuk frustrasi yang akut terhadap kinerja pemerintah. Pemerintah dinilai tidak bisa memberikan solusi terhadap masalah-masalah sosial dan ekonomi yang dihadapi rakyat Indonesia.
Sebaliknya, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono dinilai berhasil menciptakan sejarah yang pahit bagi Indonesia karena di bawah kepemimpinan mereka, rakyat seperti sengaja di marjinalkan, dimiskinkan, bahkan terkesan dibiarkan untuk mati.
"Fenomena bakar diri itulah buktinya. Bagi kami, mahasiswa, ini adalah metode perjuangan gaya baru di Indonesia," kata Lamen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.