Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyhuri Pertanyakan Mekanisme Penambahan Suara Dewie

Kompas.com - 17/11/2011, 20:16 WIB
Ary Wibowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi (MK), Masyhuri Hasan, mempertanyakan mekanisme penambahan suara yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum. Pertanyaan Hasan itu diajukan kepada mantan anggota KPU Andi Nurpati yang Kamis (17/11/2011) ini menjadi saksi dalam persidangan lanjutan kasusnya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Menurut Hasan, penambahan suara yang terjadi dua kali tersebut cukup aneh. Pasalnya, surat MK no. 84 sudah menyebutkan tidak mungkin terjadi penambahan suara.

"Setelah ada pengurangan, mengapa perolehan suara Dewie Yasin Limpo melesat dua kali lipat? Bagaimana mekanismenya?" ujar Hasan kepada Andi Nurpati dalam persidangan yang diketuai Hakim Herdy Agusten.

Menanggapi pertanyaan Hasan, Andi berkelit penambahan tersebut merupakan kewenangan biro hukum KPU. "Jadi, karena berdasarkan surat MK tertanggal 14 Agustus 2009 yang belakangan dinyatakan palsu itu, maka KPU melakukan penambahan suara itu," kata Andi.

Andi pun kembali menyangkal semua tudingan bahwa dia pernah mengirim faks kepada Hasan untuk segera mengirim surat MK. Pasalnya, menurut Andi, semua permintaan terkait masalah sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pasti melalui biro hukum.

"Jadi, sebagai komisioner saya tidak melakukan hal teknis seperti mengirim surat itu," kata Andi.

Seperti diberitakan, dalam surat MK palsu tertanggal 14 Agustus 2009 terdapat perubahan redaksi kata, yang sebelumnya pada surat asli tertanggal 17 Agustus 2011 tertulis jumlah perolehan suara menjadi jumlah penambahan suara.

Dengan adanya surat palsu tersebut, suara yang diperoleh Partai Hanura dengan calon legislatifnya, Dewie Yasin Limpo menjadi lebih dari dua kali lipat dan mengungguli Mestariani Habie, politisi Partai Gerindra. Padahal dalam perolehan suara Mestariani Habie jauh mengungguli suara Dewie dan diputuskan menjadi pemilik kursi DPR Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan I.

Adapun, Masyhuri Hasan bersama dengan Panitera MK Zainal Arifin Hoesein diduga membuat surat Nomor 112/PAN.MK/2009 tanggal 14 Agustus 2009, berisi tentang penjelasan yang tidak sesuai dengan putusan MK Nomor 84/PHPU.C/VII/2009 tentang perselisihan pemilu DPR RI di Dapil Sulsel I. Mashyuri didakwa jaksa karena diduga melanggar Pasal 263 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP tentang Pemalsuan Surat dan diancam secara pidana paling lama enam tahun penjara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com