Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MA Bantah Pembentukan Pengadilan Tipikor Dipaksakan

Kompas.com - 09/11/2011, 15:06 WIB
Ary Wibowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Mahkamah Agung Harifin A Tumpa membantah penilaian beberapa pihak yang menyatakan pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor) di daerah terkesan dipaksakan.

Menurut Harifin, pembentukan Pengadilan Tipikor di daerah sudah dijalankan sesuai dengan mekanisme Undang-Undang yang berlaku. "Coba bayangkan, kalau MA tidak melakukan (pembentukan Pengadilan Tipikor daerah). Itu kan bisa melanggar Undang-Undang," ujar Harifin kepada wartawan di Gedung MA, Jakarta, Rabu (9/11/2011).

Sebelumnya, Ketua MK Mahfud MD mengatakan, pembentukan pengadilan tipikor dibentuk secara tiba-tiba, dengan pengembangan dari putusan MK tentang Pengadilan Tipikor Jakarta pada 19 Desember 2006.

Menurut Mahfud, MK membuat putusan bahwa Pengadilan Tipikor Jakarta itu inkonstitusional karena dibentuk hanya berdasarkan Pasal 53 UU Pemberantasan Korupsi.

Harifin mengatakan, pembentukan Pengadilan Tipikor di daerah juga berdasarkan Undang-Undang No.46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor. Menurutnya, UU tersebut memberikan jangka waktu selama dua tahun, sejak Oktober 2009 dan berakhir pada Oktober 2011.

"Dengan segala macam upaya perintah UU ini kita laksanakan. Jadi kalau dikatakan itu dipaksakan, atau tergesa-gesa, tergesa-gesanya itu di mana. Dan di seleksi pertama kita hanya mampu menjaring 27 orang, untuk seleksi yang kedua hanya ada 50 orang. Jadi saya jadi heran orang yang berbicara seperti itu seperti tidak mengikuti dan tidak membaca UU," kata Harifin.

Pengadilan tipikor daerah, tengah menjadi sorotan masyarakat karena maraknya vonis bebas terhadap koruptor yang dikeluarkan majelis hakim di sana. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, sebanyak 40 terdakwa kasus korupsi divonis bebas di pengadilan tipikor daerah.

Sebelumnya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqqie menilai maraknya vonis bebas tersebut dapat terjadi karena sejak awal pembentukannya, Pengadilan Tipikor daerah memang terkesan dipaksakan secara politis oleh pemerintah dan DPR.

Saat menjadi Ketua MK, Jimly mengaku tidak pernah menyetujui adanya pengadilan tersebut, karena dinilai akan menyebabkan dualisme sistem peradilan di daerah dan pusat.

"Maka dari itu saya sesalkan kalau seperti ini keadaannya, banyak vonis-vonis bebas di daerah. Jadi MA harus memperhatikan persoalan ini dengan serius, dengan segera mengevaluasi dan memperketat seleksi-seleksi hakim ad hoc di daerah," kata Jimly.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com