Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pangkas Kemewahan Koruptor

Kompas.com - 07/11/2011, 02:27 WIB

Sebetulnya, bukan hanya masalah itu yang terjadi di daerah hulu pemberantasan korupsi. Paling tidak, gambaran itu membuktikan bahwa di luar pemikiran menaikkan batas ancaman pidana minimal, harus pula dicarikan solusi mendasar guna menutup masalah yang terjadi. Tanpa itu, celah yang tersedia akan selalu dimanfaatkan demi menikmati kemewahan dalam penegakan hukum pemberantasan korupsi.

Tantangan Amir-Denny

Untuk masalah di tingkat hilir, duet Amir-Denny telah melakukan identifikasi dengan benar: masalah paling akut adalah fasilitas remisi dan pembebasan bersyarat. Sejauh ini, hak remisi dan pembebasan bersyarat benar-benar menjadi sebuah kemewahan yang dinantikan para koruptor. Sekalipun merupakan hak, hak yang diberikan itu dapat dikatakan telah mencederai rasa keadilan masyarakat. Dengan kemewahan itu, penjara lebih menjadi tempat persinggahan sementara untuk ”menghilang” dari penglihatan orang banyak.

Sebagai sebuah hak yang diberikan UU bagi narapidana, sulit untuk menghilangkan hak pemberian remisi kepada para koruptor. Alasannya, UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyerahkan syarat dan tata cara pelaksanaan hak-hak narapidana kepada peraturan pemerintah. Cara sederhana adalah melakukan Perubahan Kedua PP No 32/1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Langkah darurat yang seharusnya ditempuh, melakukan perubahan terbatas Pasal 34 PP No 32/1999 jo PP No 28/2005 terutama memperketat syarat ”berkelakuan baik” dan syarat ”telah menjalani satu pertiga masa pidana”. Pilihan pada langkah darurat ini lebih karena hampir dapat dipastikan tak mudah melakukan perubahan secara cepat atas UU No 12/1995. Kalaupun bisa dilakukan, melihat suasana politik di DPR, waktu yang diperlukan untuk revisi pasti lebih lama.

Sebagai lokomotif baru di Kementerian Hukum dan HAM, duet Amir-Denny ditantang segera merealisasikan langkah moratorium pemberian hak remisi dan pembebasan bersyarat. Jalan ke arah itu pasti tidak mudah. Langkah memangkas kemewahan ini pasti mendapatkan perlawanan mahahebat dari para koruptor yang seharusnya segera menikmati fasilitas remisi dan pembebasan bersyarat. Jika Amir-Denny serius, publik akan memberikan dukungan untuk menghadapi kemungkinan perlawanan itu. Mereka tak perlu surut dengan meralat kata moratorium jadi pengetatan.

Tantangan Amir-Denny paling serius adalah meyakinkan Presiden SBY untuk segera melakukan revisi kedua atas PP No 32/1999. Tanpa itu, sampai ke langit pun mereka bersikukuh, jika tak mendapatkan dukungan konkret SBY, tak mungkin merealisasikannya. Pengalaman menunjukkan, gagasan acap kali terbentur karena SBY lebih menimbang ancaman serangan balik yang berpotensi mengganggu stabilitas pemerintahannya. Jika revisi itu bisa segera diwujudkan, harapan melakukan perubahan besar di ranah pemberantasan korupsi kemungkinan dapat dilakukan. Namun, apabila upaya revisi bertele-tele dan perlu waktu lama, jangan pernah berharap pemerintah sekarang akan mampu memangkas kemewahan yang dinikmati para koruptor.

Saldi Isra Guru Besar Hukum Tata Negara dan Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com