Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib Komodo Tak Seindah Logonya

Kompas.com - 01/11/2011, 01:41 WIB

Jarak pembatas antara pengunjung dan satwa di kandang sangat minim. ”Jadi, pengunjung bebas berinteraksi dengan satwa. Mereka bisa melemparkan makanan dan apa saja ke dalam kandang,” ujarnya.

Lagi-lagi, satwalah yang menjadi korban. Dari dalam tubuh sejumlah satwa yang mati, petugas kerap menemukan gumpalan plastik hingga kain.

Rosek menilai, kandang yang tidak layak itu berdampak pada menurunnya kesejahteraan dan kesehatan satwa. Kondisi itu semakin diperunyam dengan konflik tarik-ulur pengelolaan KBS.

Konflik pengelolaan KBS dimulai tahun 2000-an. Dimulai dari konflik internal, persoalan terus meluas sehingga kegiatan konservasi satwa semakin minim. Eksesnya, banyak satwa sakit dan akhirnya mati.

Konflik antara lain muncul karena potensi ekonominya. Menjamurnya tempat hiburan modern di Surabaya ternyata tetap tak mengurangi minat masyarakat mengunjungi KBS. Setiap akhir pekan dan liburan, KBS disesaki 5.000-an pengunjung.

Oleh karena itu, banyak pemilik modal yang ingin menguasai lahan seluas 15 hektar. Apalagi letaknya sangat strategis di Kota Surabaya. Tahun 1999, misalnya, hutan kota itu nyaris pindah tangan ke pemilik modal yang akan menyulapnya jadi pusat perbelanjaan plus hotel.

Gonjang-ganjing konflik pengelolaan KBS memaksa Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menerbitkan keputusan tentang Tim Pengelola Sementara Kebun Binatang Surabaya (TPS KBS) awal 2010. Tim yang diketuai Tony Sumampau ini bertugas mengelola KBS sekaligus menjaring investor berpotensi. Tugas tim ini diperpanjang hingga Februari 2012.

Menurut Tony, selama TPS bekerja, sudah banyak perubahan di KBS. Lingkungan KBS sudah lebih bersih, angka kematian satwa pun jauh menurun. Namun, upaya memperbaiki KBS membutuhkan renovasi total. ”Butuh dana sekitar Rp 90 miliar untuk renovasi total. Jadi perlu ada investor,” kata Tony.

Namun, perpanjangan masa kerja TPS justru memicu konflik baru. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berang karena lahan KBS merupakan aset Pemkot Surabaya. Karena itu, pengelolaan KBS sebaiknya ditangani Pemkot Surabaya. Risma sudah dua kali mengajukan proposal kepada Menhut agar bisa mengelola KBS. ”TPS tidak perlu mencari investor karena Pemkot dibantu seluruh pegawai KBS yang sangat kompeten dalam bidangnya mengurus hewan akan mengelola secara profesional. Jangan sampai KBS jadi hotel,” kata Risma.

Rosek menuturkan, jika pengelolanya hanya mengincar potensi pemasukan dari KBS, mereka tidak layak mengelola kebun binatang itu. ”Apalagi sampai ada rencana membangun hotel hingga restoran dengan menu hewan di KBS. Itu benar-benar tidak sesuai dengan upaya konservasi,” tegas Rosek.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com