Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY Tak Berprestasi di Bidang Penegakan HAM

Kompas.com - 20/10/2011, 13:42 WIB
Hindra Liu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Selama dua tahun memimpin Indonesia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai tak memiliki prestasi di bidang penegakan hak asasi manusia (HAM).

Selain tak tuntasnya kasus pelanggaran HAM di masa lalu, Presiden juga dipandang tak mampu memberikan jaminan dan perlindungan atas hak asasi pada masa pemerintahan saat ini, yang kasus-kasusnya merentang mulai dari pelanggaran hak ekonomi sosial dan budaya, hingga hak-hak sipil dan politik.

"Imparsial memandang, pencapaian selama dua tahun pemerintahan SBY-Boediono dalam merealisasikan perbaikan di HAM dan reformasi sektor keamanan (RSK) masih belum menunjukkan adanya kemajuan. Bahkan, dapat dikatakan terlihat tidak ada prestasi yang berarti selama dua tahun ini. Banyaknya agenda yang hingga kini macet, terbengkalai, atau tidak dijalankan, memperlihatkan rendahnya komitmen dan perhatian pemerintahan saat ini terhadap bidang HAM dan reformasi sektor keamanan," kata Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti di Jakarta, Kamis (20/10/2011).

Poengky pun mengkritisi penuntasan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir yang hingga kini tak selesai. Padahal, kata Poengky, ketika pertama kali menjabat sebagai Presiden, SBY pernah menyatakan pengungkapan kasus munir sebagai "test of our history".

"Akan tetapi, dalam kenyataannya, hingga kini tidak ada keseriusan untuk mengungkap kasus tersebut secara tuntas. Pelaku yang diduga menjadi aktor intelektual di balik pembunuhan Munir masih melenggang bebas dan bebas dari hukuman. Ketidak jelasan pengungkapan kasus ini kian menambah deret kegagalan pemerintahan SBY dalam mengungkap tuntas pelanggaran HAM masa lalu, seperti kasus pelanggaran HAM Talangsari, Priok, Mei 1998, dan lain-lain," kata Poengky.

Tak hanya di bidang penegakan HAM, Poengky juga mengatakan, pemerintahan SBY memiliki beberapa agenda yang terbengkalai di bidang pembentukan dan perbaikan sektor regulasi. Ia mencontohkan pembentukan UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dan UU tentang perlindungan pembela HAM yang belum diwujudkan.

"Sementara itu, upaya memperbaiki Undang-undang HAM, revisi KUHP dan UU tentang Polri juga masih belum terealisasi. Hingga kini, upaya penghapusan hukuman mati di dalam peraturan nasional juga belum dilakukan, kendati secara jelas bertentangan dengan Konstitusi yang menjamin hak hidup," katanya.

Poengky mengatakan, alih-alih merealisasikan agenda penegakan HAM sesuai dengan amanat reformasi, pemerintahan SBY justru melahirkan regulasi yang berpotensi mengancam kebebasan masyarakat.

"Hal itu terlihat dengan disahkannya undang-undang intelijen, yang substansi pengaturannya banyak yang bermasalah dan mengancam kebebasan, serta mengancam criminal justice system. Disahkannya UU Intelijen ini sekali lagi memperlihatkan rendahnya komitmen pemerintah mendorong reformasi sektor keamanan yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan HAM," kata Poengky.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

    Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

    Nasional
    Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

    Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

    Nasional
    Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

    Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

    Nasional
    PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

    PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

    Nasional
    Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

    Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

    Nasional
    Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

    Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

    Nasional
    Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

    Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

    Nasional
    PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

    PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

    Nasional
    Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

    Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

    Nasional
    Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

    Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

    Nasional
    Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

    Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

    Nasional
    Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

    Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

    Nasional
    5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

    5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

    Nasional
    Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

    Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

    [POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com