Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fachri: KPK Tak Maksimal Jalankan UU

Kompas.com - 14/10/2011, 17:44 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR asal Fraksi PKS Fachri Hamzah mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi belum maksimal menggunakan Undang-Undang KPK dalam memberantas kasus korupsi. Pernyataan tersebut dikemukakan Fachri terkait rencana akan dihapuskannya UU KPK oleh Komisi III DPR.

"Dengan kewenangan penuntutan, penyadapan, yang cukup besar, tadinya kita berharap akselerasi pemberantasan korupsi cepat dilakukan. Tapi setelah sembilan tahun, UU ini justru terdefinisasikan bahwa korupsi dan koruptor kok tambah banyak, makanya kita evaluasi mendasar UU ini," ujar Fachri di Hotel Sahid, Jakarta, Jumat (14/10/2011).

Ditambahkan Fahcri, UU tersebut juga tidak menyebabkan institusi lain secara bersama berantas korupsi. Menurutnya, dalam pengamatan dan obeservasi komisi III justru antarlembaga yang bertugas, baik di dalam maupun luar criminal justice system sering mengalami persoalan dengan KPK.

"Lembaga auditor seperti BPK itu mengalami persoalan dengan KPK, BPK komplain kok laporan mereka ke KPK tidak ditanggapi, yang ditanggapi selebaran atau SMS yang digandrungi adalah penyadapan bukan bagaimana mekanisme pencegahan korupsi itu dapat terjadi," jelasnya.

Oleh karena itu, lanjut Fachri, UU KPK memang perlu dievaluasi secara mendasar. Menurutnya, UU tersebut perlu dijadikan sebuah UU strategi pemberantasan korupsi yang melibatkan semua pihak, agar KPK dapat menjalankan tugasnya dengan maksimal.

"Apalagi UU ini cuma dipakai untuk nyadap kerjanya, sehingga orang yang terima bingkisan jadi korban. Padahal seharusnya UU ini dipakai untuk pencegahan, dan penindakan itu dijadikan alat untuk menakuti saja," kata Fachri.

Panitia Kerja (Panja) pembahasan revisi UU KPK yang dipimpin oleh Fachri, beberapa waktu lalu sempat melontarkan usulan evaluasi UU KPK. Anggota Komisi III DPR, Aziz Syamsuddin, mengusulkan agar dalam UU tersebut fungsi penuntutan oleh KPK dihapus. Selain itu, Aziz juga menyoroti tidak diperbolehkannya penghentian penyidikan atau SP3 dalam UU KPK, karena dinilai telah bertentangan dengan KUHAP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

    TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

    Nasional
    Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

    Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

    Nasional
    Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

    Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

    Nasional
    Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

    Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

    Nasional
    Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

    Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

    Nasional
    Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

    Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

    Nasional
    Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

    Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

    Nasional
    SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

    SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

    Nasional
    Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

    Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

    Nasional
    Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

    Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

    Nasional
    Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

    Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

    Nasional
    Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

    Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

    Nasional
    Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

    Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

    Nasional
    Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

    Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

    Nasional
    SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

    SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com