JAKARTA, KOMPAS.com - Deradikalisasi atau menetralisir paham radikal di sebagian kecil masyarakat dinilai masih dalam tahap konsep dan wacana. Belum ada implementasi program deradikalisasi di daerah untuk meminimalkan pemikiran radikal.
Hal itu dikatakan anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat dan Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin dalam wawancara terpisah di Komplek DPR, Senin ( 26/9/2011 ). Mereka dimintai tanggapan aksi bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Kota Solo, Jawa Tengah, kemarin.
Hasanuddin mengatakan, deradikalisasi di daerah baru pada tahap pembicaraan dalam seminar-seminar. Implementasi program deradikalisasi belum melibatkan pihak Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan Nasional, hingga aparatur di daerah seperti Camat, Lurah, Ketua RW dan Ketua RT.
"Deradikalisasi dalam tataran konsep sudah ada. Tapi belum ada pelaksanannya. Di jaman sekarang naif orang mau mati untuk sesuatu yang tidak jelas. Ini yang harus diluruskan. Yang jadi martir berasal dari kelompok-kelompok yang kurang disentuh dengan pengetahuan agama. Ini otaknya (pemimpin kelompok) tidak mau jadi martir. Yang jadi korban bawahan," jelas polisi PDI-P itu.
Martin menilai Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) belum membuat program deradikalisasi semenjak BNPT dibentuk. Untuk itu, kata dia, BNPT harus segera membuat program dan mengimplementasikan deradikalisasi dengan melibatkan berbagai pihak terutama Kementerian Agama.
"Banyak teroris yang keluar dari penjara lalu menularkan (paham radikal) ke orang lain. Seharusnya kan dia jadi sahabat polisi untuk memerangi teroris," kata politisi Partai Gerindra itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.