Jakarta, Kompas -
Mahfud sudah menerima surat permintaan menjadi saksi meringankan bagi Zainal dari kuasa hukum Zainal, Andi M Asrun.
”Tadi pukul 12.30 (Jumat kemarin) saya baru terima surat permohonan resmi yang diantar sendiri oleh Asrun. Rabu atau Kamis, saya usahakan ke Polri. Saya lihat jadwal sidang-sidang dulu,” kata Mahfud di Jakarta, Jumat (23/9).
Sebelumnya, Mahfud dan dua hakim konstitusi lainnya, Maria Farida Indrati dan Harjono, menyatakan bersedia menjadi saksi meringankan untuk Zainal dalam kasus dugaan pemalsuan surat MK. Mahfud mempertanyakan penetapan tersangka dalam kasus oleh penyidik Polri. Mahfud mempertanyakan, mengapa Zainal sebagai pelapor dan pihak yang dirugikan justru dijadikan tersangka. Seharusnya penyidik Polri mencari auktor intelektualis dalam kasus ini.
Menurut Andi Asrun, Zainal justru merupakan korban dan pelapor dalam kasus dugaan pemalsuan tanda tangan. Ia melaporkan dugaan kasus pemalsuan surat MK pada 10 Februari 2010. Kemudian, pada 7 Juli 2011, Zainal juga melaporkan dugaan pemalsuan tanda tangannya ke Bareskrim Polri.
Secara terpisah, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam mengatakan, setiap tersangka berhak mengajukan saksi meringankan. ”Saksi a de charge (meringankan) boleh kami terima karena itu menjadi hak tersangka,” katanya.
Namun, dalam kasus ini, akan lebih baik jika Mahfud datang atas inisiatif sendiri untuk memberikan keterangan sebagai saksi meringankan untuk Zainal. Pemanggilan terhadap Mahfud oleh penyidik Polri melalui surat resmi dinilai terlalu lama karena membutuhkan izin Presiden.
”Yang penting, keterangan (saksi meringankan) masuk dulu,” kata Anton ketika ditanya apakah pemeriksaan sebagai saksi, tanpa surat panggilan, tidak akan menjadi masalah.
Seperti diberitakan, tim kuasa hukum Zainal meminta penyidik Polri meminta keterangan Ketua MK Mahfud MD, hakim MK, dan pakar hukum tata negara Saldi Isra. Keterangan Mahfud sebagai keterangan saksi yang meringankan dinilai penting dalam kasus dugaan pemalsuan surat MK dengan tersangka Zainal.
Mengenai perdebatan ada unsur mafia pemilu dalam kasus dugaan pemalsuan surat MK tersebut, Mahfud mengatakan tidak sepakat jika kasus itu disebut sebagai mafia pemilu. Menurut dia, kasus tersebut murni kasus kriminal biasa.
”Jangan kacaukan antara mafia dan kriminal biasa. Saya setuju dengan Herman (Effendi) dari Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum bahwa tak ada unsur mafia pemilu dalam kasus tersebut,” kata Mahfud.
Sejak awal, kata Mahfud, MK mengatakan ada tindak pidana pemalsuan dan penggelapan surat. DPR melalui pembentukan Panitia Kerja Mafia Pemilu yang memberi istilah mafia itu. ”Menurut MK, kasus itu kriminalitas yang insidental saja, tak ada jaringan-jaringan tetap dan terstruktur seperti mafia,” katanya.