Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hak Nyatakan Pendapat Diajukan Desember 2011

Kompas.com - 21/09/2011, 15:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Penanganan skandal Bank Century oleh Komisi Pemberantasan Korupsi yang jalan di tempat mendorong beberapa politisi di DPR mengajukan hak menyatakan pendapat. Pengajuan hak itu dipandang semakin relevan menyusul berakhirnya masa tugas Tim Pengawas Century pada Desember 2011.

"Tak ada jalan lain selain mendorong hak menyatakan pendapat. Ini harus diajukan pada Desember 2011," kata anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo kepada para wartawan di kompleks Gedung DPR, Jakarta, Rabu (21/9/2011).

Mantan anggota Panitia Khusus Hak Angket Century itu mengatakan, pemerintah tak perlu takut terhadap rencana pengajuan hak menyatakan pendapat yang dapat berujung pada pemakzulan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pengajuan hak ini, kata Bambang, dapat membersihkan nama-nama yang diduga melakukan pelanggaran. "Ini bukan kiamat bagi pemerintah," kata Bambang.

Politisi Partai Golkar itu mengatakan, penyelesaian skandal Bank Century, yang berpotensi merugikan uang negara sebanyak Rp 6,7 triliun, sebaiknya diselesaikan ketika orang-orang yang terlibat masih berkuasa.

Rekomendasi tim pengawas (timwas) Century di DPR dan hasil audit forensik BPK dinilai tak dijalankan KPK. Anggota Timwas Century, Akbar Faisal, mengaku kecewa kepada KPK yang hanya meneliti delapan poin dari 14 poin yang direkomendasikan tim pengawas Century di DPR. Dia menilai ada upaya KPK untuk mengaburkan kasus ini. Semestinya, data-data yang ada diuji silang di KPK.

"KPK bukan tidak bisa, tetapi tidak mau membongkar kasus ini," ujar Akbar.

Penyimpangan dalam kasus Century, menurut mantan anggota Pansus Century Misbakhun, mudah ditelusuri. Hal itu dikarenakan pengendali Bank Century, Rafat Ali Rizvi dan Hesham al Waraq, tidak pernah meminta fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) yang berbuntut pencairan dana talangan senilai Rp 6,7 triliun.

"Hesham dan Rafat hanya meminta repo (reposisi) aset dengan plafon Rp 1 triliun. Itu pun dengan mekanisme swasta. Anehnya lagi, akta notaris ditandatangani 15 November pukul 02.00, tapi FPJP dicairkan 14 November pukul 20.43," ujarnya.

Masalahnya, kata Misbakhun, penegakan hukum atas pencairan dana talangan Rp 6,7 triliun ini berhenti di satu titik. KPK, kepolisian, dan kejaksaan tidak memproses. Oleh karena itu, DPR harus meneruskan proses ini melalui hak menyatakan pendapat atau ini akan menjadi preseden buruk bagi politik Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com