Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilyas Karim Bukan Pengibar Sang Saka Pertama

Kompas.com - 24/08/2011, 08:55 WIB
KOMPAS.com — Ilyas Karim mendadak tenar. Pria kelahiran Padang, Sumatera Barat, 13 Desember 1927, ini diwartakan media sebagai sosok pejuang yang terabaikan. Ilyas mengaku sebagai lelaki bercelana pendek pada foto pengibaran Sang Saka Merah Putih pertama kali, 17 Agustus 1945, di Jalan Pegangsaan, Jakarta.

Ilyas yang kini tinggal di tepi rel di derah Kalibata ini dihadiahi sebuah apartemen di Kalibata oleh Wakil Gubernur DKI Priyanto, beberapa waktu lalu. "Ya, sayalah orang bercelana pendek yang ikut mengibarkan bendera Merah Putih. Hanya saya yang masih hidup," kata Ilyas dalam sebuah kesempatan.

Fadli Zon, seorang politisi sekaligus sejarawan muda, menyangkal pernyataan Ilyas. Seperti dilansir Tribunnews, Rabu (24/8/2011), Fadli membeberkan sejumlah fakta menegasi pernyataan Ilyas.

"Saya punya buktinya. Buku-buku sejarah yang saya miliki mengungkap, pria bercelana pendek itu bernama Suhud," kata Fadli.

Di perpustakaan pribadinya, Fadli menyimpan buku-buku kuno, juga barang-barang kuno, termasuk buku yang menjelaskan siapa pria bercelana pendek yang mengibarkan Sang Saka Merah Putih saat detik-detik Proklamasi yang dibacakan oleh Bung Karno.

"Ini demi pelurusan sejarah. Kasihan kalau sejarah sampai dibelokkan. Makanya, saya siap debat Ilyas Karim. Dia bukan pengerek bendera, melainkan Suhud. Fakta sejarahnya ada dalam buku-buku yang saya simpan," katanya.

Fadli kemudian berujar, dia belum menemukan keterkaitan sejarah Ilyas Karim dalam peristiwa kemerdekaan yang sempat tercatat dalam buku-buku sejarah.

"Tapi, jangan mengaku dia pengibar bendera Sang Saka. Dia itu ngaku-ngaku belakangan. Kasihan bangsa ini kalau sejarahnya dibelokkan," ujarnya.

Ia mengaku kaget melihat Ilyas Karim di televisi dan sejumlah media mengklaim diri sebagai pelaku sejarah, pengerek Sang Saka Merah Putih.

"Saya siap buktikan bukan dia. Yang bercelana pendek itu, namanya Suhud, salah seorang anggota Barisan Pelopor yang diminta Bung Karno mengibarkan bendera Merah Putih," ungkap Fadli.

Suhud, lanjutnya, adalah anak buah Sudiro, salah seorang asisten Bung Karno. Suhud-lah yang mencari bambu ketika itu untuk mengibarkan Sang Saka Merah Putih.

"Ilyas Karim tak pernah tercatat dalam sejarah. Bisa saja dia ada dalam barisan saat pengibaran bendera. Bisa saja, tapi bukan pengibar bendera," Fadli menegaskan.

Fadli mengambil majalah Tempo tahun 1975 tertanggal 16 Agustus. Majalah tua itu terlihat masih terawat. Ia kemudian membuka salah satu halaman yang memuat wawancara para pelaku sejarah. "Dalam majalah itu, yang mengibarkan Suhud. Jadi, yang tahu sejarah pasti marah," ujarnya.

"SK Trimurti pada tahun 1972 menulis, Suhud adalah komandan pengawal Bung Karno, ketika itu sibuk mengatur persiapan kemerdekaan," tutur Fadli lagi.

Bersikukuh

Menanggapi pernyataan Fadli, Ilyas Karim tetap bersikukuh sebagai lelaki bercelana pendek itu. Ilyas tetap menyatakan, dirinyalah yang bercelana pendek, salah seorang yang diberi mandat oleh Bung Karno sebagai pengibar Sang Saka Merah Putih.

Ilyas pun tetap kukuh, dirinyalah yang dimaksud dalam foto itu. "Setelah saya mengakui, kini banyak yang mempertanyakan," katanya dalam perbincangan telepon dengan Tribunnews.

Jadi, siapakah lelaki muda bercelana pendek yang mengerek Sang Saka Merah Putih saat pertama kali Bung Karno membacakan teks proklamasi? Fadli kembali meyakinkan, bukan Ilyas Karim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com