JAKARTA, KOMPAS.com - Dengan menetapkan Zaenal Arifin Hoesein sebagai tersangka dalam dugaan kasus pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi (MK), penyidik Polri dinilai menjadikan mantan panitera MK itu sebagai kambing hitam.
Zaenal sebenarnya justru korban, karena tanda tangan Zaenal dipalsukan dalam proses pembuatan surat MK yang diduga dipalsukan.
Hal itu diungkapkan kuasa hukum Zaenal Arifin, Ahmad Rifai di sela-sela pemeriksaan di Badan Reserse Kriminal Polri, di Jakarta, Senin (22/8/2011). "Kalau dijadikan tersangka, jawabannya, ya dikambinghitamkan. Itu harus kita lawan," kata Ahmad.
Menurut Ahmad, dalam pemeriksaan sebagai tersangka, Zaenal ditanya penyidik berbagai hal terkait mantan komisioner KPU Andi Nurpati, mantan hakim MK Arsyad Sanusi, mantan calon anggota legislatif dari Partai Hanura dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan I, Dewie Yasin Limpo.
Ahmad menyebutkan, Zaenal memang membuat konsep surat mengenai pokok-pokok putusan MK. Surat itu kemudian dikonsultasikan kepada Ketua MK Mahfud MD. "Surat itu baru dapat dibuat tanggal 17 Agustus," katanya.
Jadi, lanjut Ahmad, Zaenal tidak pernah membuat, menandatangani, atau mengeluarkan surat MK tanggal 14 Agustus 2009 yang kemudian diketahui dipalsukan.
Ia menambahkan, penyidik seharusnya berhati-hati dalam menentukan Zaenal sebagai tersangka. "Jangan karena bukti minim, ditimpakan ke Zaenal," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.