JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan membalas surat yang dilayangkan tersangka suap pembangunan wisma wtlet SEA Games 2011, M Nazaruddin, yang juga mantan Bendahara Umum Partai Demokrat.
Menurut Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha, Presiden telah menerima surat dari Nazaruddin pada tanggal 18 Agustus 2011, dan memutuskan untuk meresponsnya. Hal tersebut diungkapkan Julian di ruang media di kompleks Istana Negara, Minggu (21/8/2011).
Berikut ini adalah surat balasan yang dibacakan oleh Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana dan seperti yang tertulis dalam salinan yang diterima oleh para jurnalis.
Jakarta, 21 Agustus 2011
Kepada Sdr. Muhammad Nazaruddin
di tempat
Pada hari Minggu, 21 Agustus, saya telah membaca surat saudara. Meskipun, sebelumnya saya juga telah mendengarnya dari pemberitaan berbagai media massa. Agar rakyat Indonesia menjadi jelas duduk persoalannya, saya putuskan untuk membalasnya melaui surat ini.
Terkait proses hukum yang sedang saudara hadapi, mari kita semua tunduk pada aturan yang ada di negara hukum ini. Dalam setiap kasus hukum, yang melibatkan siapa pun, saya tidak pernah, tidak akan - dan memang tidak boleh - mencampuri proses hukum yang harus independen, bebas dari intervensi siapa pun.
Prinsip dasar non intervensi, penegakan hukum yang merdeka tersebut, diatur dan dijamin dengan jelas di dalam UUD 1945 dan peraturan perundangan terkait lainnya.
Oleh karena itu, saya sarankan, saudara kooperatif menjalani semua proses hukum yang sedang berlangsung. Saya meyakini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang sekarang menangani kasus saudara, akan bekerja secara profesional, independen, dan adil.
Sampaikanlah seluruh informasi yang saudara ketahui kepada KPK, agar menjadi bernilai di hadapan hukum, agar semua menjadi jelas dan tuntas. Termasuk informasi tentang siapa saja yang harus bertanggungjawab, tidak peduli dari unsur manapun atau dari partai politk apa pun.
Karena, hukum tentu harus kita tegakkan berdasarkan alat bukti semata, tanpa pandang bulu, tanpa tebang pilih. Dengan demikian, kita melasanakan prinsip dasar persamaan di hadapan hukum (equality before the law), yang juga dijamin dalam konstitusi.