Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Soal Nazaruddin Bungkam

Kompas.com - 19/08/2011, 03:13 WIB

Jakarta, Kompas - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, Kamis (18/8), diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka kasus suap proyek wisma atlet SEA Games di Palembang. Namun, ia bungkam terkait keterlibatan orang lain dalam perkara itu.

Seusai diperiksa KPK, Nazaruddin, yang terlihat pasrah, meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono supaya jangan mengganggu anak dan istrinya. ”Saya tak akan ngomong apa-apa. Saya lupa semuanya, saya enggak tahu apa-apa sudah,” katanya.

Bahkan, Nazaruddin menegaskan, apabila perlu, KPK tak perlu menyidik kasusnya. Ia siap langsung ditahan saja. ”Saya mengaku salah. Kalau perlu, tak perlu disidik, langsung divonis. Saya ditahan saja enggak masalah,” katanya lagi.

Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto menegaskan, KPK tidak terlalu mempersoalkan sikap diam Nazaruddin. Bisa saja ia mengaku lupa akan kasus suap dan korupsi yang dituduhkan kepada dirinya, termasuk keterlibatan orang lain.

”Anda tahu Urip Tri Gunawan (jaksa yang menerima suap dari Artalyta Suryani)? Dari A sampai Z, kecuali nama dan alamat rumah, dia bilang tidak tahu, tetapi dihukum juga asalkan alat buktinya lengkap. Pegangan KPK itu alat bukti kesalahan Nazaruddin, bukan yang lain,” ujar Bibit.

Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, yang diungkapkan Nazaruddin melibatkan banyak ”orang” besar sehingga wajar apabila keterangannya berubah.

Selama masa pelariannya, Nazaruddin lantang menuding sejumlah elite politik tersangkut berbagai kasus. Misalnya, dalam kasus pembangunan wisma atlet SEA Games, terlontar nama politikus Partai Demokrat, Angelina Sondakh dan Mirwan Amir, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, I Wayan Koster, serta Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng. Nama Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum juga dituding dalam proyek pembangunan pusat olahraga di Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Mereka yang dituding Nazaruddin itu sudah membantah.

Minta dipindah

Dalam pemeriksaan di KPK, Nazaruddin didampingi tim penasihat hukumnya yang dipimpin OC Kaligis. Seorang pengacaranya, Dhea Tungga Esti, menuturkan, Nazaruddin tak bersedia memberikan keterangan lebih lanjut selama ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Ia minta dipindahkan ke Rutan Cipinang, Jakarta, atau Tangerang.

Dhea juga membawa surat pribadi Nazaruddin kepada Presiden, yang isinya antara lain tidak akan menceritakan apa pun yang bisa merusak Partai Demokrat dan KPK. Ia menyatakan siap dihukum bertahun-tahun asalkan anak dan istrinya, Neneng Sri Wahyuni, dijamin keselamatannya. Istrinya, yang ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pembangkit listrik tenaga surya di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, hanyalah ibu rumah tangga biasa.

Terkait permintaan pemindahan lokasi penahanan itu, Bibit menuturkan, tersangka mencari mudahnya saja. Penjagaan di Rutan Brimob ketat. Rutan Cipinang sudah sesak.

Sebaliknya, Presiden menyerahkan sepenuhnya kasus Nazaruddin ke proses hukum. Yudhoyono, selaku Presiden ataupun Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, tidak akan mengintervensi proses hukumnya.

”Nazaruddin punya hak menyampaikan sesuatu dan itu silakan diverifikasi dan dibuktikan di pengadilan. Keinginan Nazaruddin itu tak ada kaitan dan konteksnya jika dibicarakan kepada Presiden,” kata Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha, Kamis, di Istana Kepresidenan.

Ia menegaskan, Presiden tidak memberikan tekanan atau intervensi dalam kasus Nazaruddin. ”Jika Nazaruddin tidak bersalah, ya jangan dihukum. Tetapi, kalau salah, silakan dihukum sesuai besarnya kesalahan,” katanya.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menunggu perubahan status hukum Nazaruddin sebagai saksi untuk memberikan perlindungan kepada dirinya. Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai di Jakarta, Kamis, mengatakan, LPSK sudah menjumpai pimpinan KPK, Kamis pagi, untuk berkoordinasi.

Tak ada tawar-menawar

Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar, Kamis, mengatakan, yang terpenting sebagai dasar dalam kasus Nazaruddin adalah tidak ada tawar-menawar dalam perkara korupsi. Nazaruddin memang faktor penting untuk membuka kasus tersebut, tetapi bukan faktor tunggal. Pernyataan Nazaruddin harus diverifikasi.

Zainal menekankan, publik tak perlu khawatir walau Nazaruddin bungkam, mengisolir kasusnya. Semuanya berpulang pada negara, seberapa jauh komitmennya untuk membersihkan diri dari noda korupsi. KPK memegang amanah penting itu.

Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum Mustofa B Nahrawardaya dan Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi mengakui, sikap bungkam Nazaruddin memang bisa menghambat pembongkaran jaringan korupsi. Namun, bukan berarti kasus tersebut akan tertutup.

Sikap bungkam itu, kata Hendardi, seperti membenarkan kekhawatiran masyarakat bahwa terjadi pengarahan atau permainan pikiran terhadap Nazaruddin selama dalam perjalanan ke Indonesia setelah ditangkap di Kolombia. KPK harus lebih terbuka. (iam/bil/dik/ong/why)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com