Jakarta, Kompas -
Dugaan penghambatan itu diperkuat informasi yang diperoleh Panja Mafia Pemilu bahwa ada ”orang besar” di balik penanganan kasus itu. ”Ada yang bisik-bisik kepada saya, ’Pak, ini menyangkut orang besar, Anda harus hati-hati’,” tutur Pimpinan Panja Mafia Pemilu Ganjar Pranowo, Selasa (16/8), tanpa mau menjelaskan siapa yang dimaksud ”orang besar” itu.
Wakil Ketua Komisi II itu menambahkan, indikasi intervensi kekuatan lain di luar kepolisian itu terlihat dengan lambannya penyelesaian kasus dugaan pemalsuan surat MK. Hingga saat ini, polisi memang baru menetapkan satu tersangka kasus pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi, yakni mantan juru panggil MK Masyhuri Hasan.
Padahal, menurut Ganjar, seharusnya polisi sudah bisa mengungkap siapa saja yang bekerja sama dengan Masyhuri Hasan dalam memalsukan surat MK. Pasalnya, selain mengumpulkan data dan bukti-bukti, polisi juga sudah memintai keterangan dari berbagai pihak. Bukan hanya itu, polisi juga sudah melakukan rekonstruksi dan uji silang serta menyita barang bukti. ”Itu seharusnya cukup untuk mengungkap tersangka lain yang bersama-sama Masyhuri,” katanya.
Pendapat senada diungkapkan anggota Panja Mafia Pemilu dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, A Malik Haramain. Menurut dia, ada tiga pihak yang sebenarnya kuat diindikasikan terlibat dalam pemalsuan surat MK bernomor 112/PAN.MK/VIII/ 2009 yang digunakan sebagai dasar Komisi Pemilihan Umum menetapkan Dewie Yasin Limpo sebagai pemilik kursi dari Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan I.
Ketiga pihak itu adalah orang yang berkepentingan langsung dengan perolehan suara, yakni Dewie Yasin Limpo; pihak yang berwenang menetapkan kursi, yakni KPU; dan MK yang mengeluarkan surat.